Rabu, 25 April 2012

KERUSAKAN LINGKUNGAN: Hutan Gambut Jadi Kebun Sawit

Kamis, 23 Februari 2012 00:00
Ditulis oleh KOMPAS
PDF
Share
 
Banda Aceh, - Penggunaan lahan hutan rawa gambut Tripa di Nagan Raya, Aceh, untuk perkebunan kelapa sawit telah merusak keseimbangan lingkungan setempat. Hewan dilindungi yang selama ini menghuni di kawasan hutan lindung tersebut, seperti orangutan, beruang, dan harimau, kerap masuk ke permukiman warga. Alih fungsi lahan juga membuat warga kian kesulitan air bersih, kehilangan mata pencarian, dan terancam bencana alam.
Hal tersebut dikatakan sejumlah warga setempat saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dalam sidang kasus gugatan atas pemberian izin pembukaan lahan oleh PT Kalista Alam di Rawa Tripa, Rabu (22/2).
Samsinar (46), warga Desa Sumber Bekti, Kecamatan Darul Makmur, Tripa, Nagan Raya, mengungkapkan, sejak pembukaan lahan di rawa gambut di dekat desanya, hampir setiap hari warga terganggu oleh kehadiran binatang-binatang liar seperti beruang. Hewan tak hanya mengancam jiwa, tetapi juga merusakkan tanaman pertanian, bahkan masuk ke rumah.
”Sebelum hutan gambut itu ditanami sawit dan dibuat kanal- kanal air, hal seperti itu tak terjadi. Sekarang, sering tiba-tiba ada orangutan atau beruang masuk ke rumah, kadang mereka mencuri nasi. Ini karena mereka tak punya makanan lagi di hutan yang sudah ditanami sawit itu,” papar Samsinar.
Dalam kesaksian, Ibduh, Keuchik (Kepala Desa) Sumber Bakti, mengungkapkan, lahan hutan yang kini dibuka untuk perkebunan sawit PT Kalista Alam seluas 1.605 hektar itu dahulu merupakan hutan rawa lebat yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Namun, sejak 2009 lahan itu telah jadi kebuh sawit. ”Sejak itu, ikan lele, lokan, madu, dan lain-lain yang biasa kami dapatkan di hutan Rawa Tripa sudah sangat susah dicari,” katanya. Sebelum jadi kebun sawit, masyarakat setempat bisa mendapat ikan lele sebanyak 20-50 kilogram, kini hanya 0,5 kg.
Beberapa waktu lalu, Ibduh bersama keuchik-keuchik dari 21 desa di Nagan Raya telah menandatangani petisi penolakan pembukaan lahan oleh PT Kalista Alam di Rawa Tripa. ”Kami membuat petisi atas kesadaran sendiri tanpa ada paksaan dari pihak mana pun,” ujar Ibduh
Masyarakat dan para kepala desa pun tidak pernah dilibatkan dalam pemberian izin oleh pemerintah daerah setempat terkait pembukaan lahan hutan untuk sawit tersebut. ”Kami menolak pembukaan lahan. Kami sudah mengadu ke mana-mana, tapi tidak ada respons, baru kali inilah ada respons,” ucap Ibduh. Menurut dia, kini di musim hujan sangat mudah terjadi banjir dan di musim kemarau terjadi kekeringan yang berkepanjangan. Selain itu, intensitas hewan liar masuk ke kampung pun makin tinggi sehingga sering terjadi konflik satwa.
Indrianto, warga sekitar hutan yang juga menjadi aktivis pemantau lingkungan di Rawa Tripa, mengungkapkan, ”Kini sudah jarang saya menemui orangutan di hutan Rawa Tripa. Malah saya mendengar cerita masyarakat ada orangutan yang dibunuh untuk dimakan, tapi saya tidak tahu lebih lanjut,” kata Indrianto. Perekonomian warga pun kini rusak. ”Dulu toke-toke (pedagang) dari Blang Pidie, Meulaboh, dan beberapa daerah lain datang kemari membeli ikan. Sekarang tak ada lagi,” ujarnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengajukan gugatan terhadap Gubernur Aceh sebab dinilai telah melawan hukum dengan mengeluarkan surat izin pada 25 Agustus 2011 untuk izin usaha perkebunan kepada PT Kalista Alam di Desa Pulo Kruet seluas 1.605 hektar. (HAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar