Rabu, 25 April 2012

Daerah Cabut Izin Tambang

Selasa, 21 Februari 2012 00:00
Ditulis oleh KOMPAS
PDF
Share
Pemerintah Daerah Harus Konsisten atas Keputusan Penghentian Usah
MANADO,- Aktivitas penambangan di sejumlah daerah akhirnya ditutup oleh pemerintah setempat karena dinilai merusak lingkungan. Sikap tegas itu setidaknya ditunjukkan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, terhadap pertambangan bijih besi.
Adapun Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Aceh, menutup tambang galian C (pasir dan batu) di Kecamatan Darul Kamal karena berpotensi menimbulkan longsor dan krisis air bersih. Sikap tegas seperti itu juga ditunggu-tunggu oleh warga Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, yang kini sudah terusik oleh maraknya aktivitas 8.000 pendulang emas liar di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Abrasi pantai
Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Landjar, Senin (20/2), menyatakan mencabut izin usaha pertambangan dari perusahaan Meta Perkasa Utama yang menambang bijih besi di Kecamatan Tutuyan. ”Eksploitasi itu telah menimbulkan abrasi pantai,” katanya.Sebelum mencabut izin usaha pertambangan (IUP) itu, Sehan telah beberapa kali menegur agar perusahaan Meta Perkasa Utama mematuhi aturan pertambangan, termasuk zona pertambangan bijih besi.
Menurut Sehan, eksploitasi bijih besi telah jauh keluar zona yang ditetapkan sehingga mengikis belasan hektar wilayah Pantai Paret. Wilayah pantai telah tergerus air air laut.Pelanggaran lainnya, menurut Sehan, adalah penggunaan alat berat berupa pengisap yang semestinya berada di laut tetapi justru mengisap bijih besi di pantai.
Namun, hubungan masyarakat (humas) PT Mega Perkasa Utama Decky Maengkom menilai, keputusan bupati itu semena-mena karena pihaknya sudah beroperasi selama dua tahun. Izin usaha pertambangan diperoleh tahun 2009 dari pejabat bupati sebelumnya, Kandoli. Kami siap menggugat atas pencabutan izin usaha kami,” kata Maengkom. Ia mengaku telah mengeluarkan dana Rp 100 miliar lebih untuk investasi pertambangan di daerah itu.
Konsistensi
Warga Aceh Besar berharap pemerintah setempat konsisten dengan kebijakan penutupan tambang galian C Biluy, Darul Kamal. Penutupan kerap tidak diikuti dengan tindak lanjut di lapangan. Padahal, akibat pertambangan galian C tersebut, masyarakat di Biluy terancam krisis air dan longsor.
”Tahun lalu memang ada kebijakan penutupan, tetapi tindak lanjutnya tidak ada. Buktinya masih saja terjadi penambangan liar. Kami takut itu juga terjadi pada kasus ini,” ujar Ahmad Zamzami, warga Biluy, Kecamatan Darul Kamal, Aceh Besar. Pekan lalu, Bupati Aceh Besar mengeluarkan surat penghentian seluruh kegiatan penambangan dengan alat berat di Kecamatan Darul Kamal.
Di Darul Kamal terdapat 10 bukit yang kini sudah tidak utuh lagi. Dari 10 bukit itu, 3 di antaranya kini hampir rata dengan tanah. Akibatnya, warga kesulitan mendapatkan air bersih. Air hujan tidak dapat tersimpan lagi di lapisan tanah. Selain itu, kami juga takut dengan longsor. Lempung dan tanah setiap saat ke jalan jika terkena hujan,” kata Camat Darul Kamal, Erliana.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup indonesia  (Walhi) Aceh TM Zulfikar mengatakan, surat penghentian itu sudah sepatutnya diberlakukan, mengingat kondisi Biluy akibat pertambangan galian C itu cukup memprihatinkan.
”Surat penghentian ini harus dipatuhi oleh semua pihak. Kami minta pemerintah Aceh Besar dapat terus mengawal keputusan ini,” katanya.
Adapun di Gorontalo, Jemi Monoarfa dari Forum Pemerhati Penambang Bersatu (FPBB) Gorontalo mencatat, sekitar 8.000 penambang emas liar yang beroperasi di Kabupaten Bone Bolango. Mereka beroperasi di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Ia juga mendorong pembentukan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di dalam kawasan taman nasional itu.
”Jika WPR sudah terwujud, pengaturan penambang justru lebih mudah karena ada dasar hukumnya. Namun, jika penambang tak berizin itu diberantas karena memang ilegal, kemungkinan besar justru akan timbul konflik antara penambang dan pemerintah daerah,” ujar Jemi.
Bupati Tasikmalaya, Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ullum, mengatakan telah menginstruksikan penghentian sementara penambangan pasir di sekitar Gunung Galunggung. Pengusaha diberikan kesempatan untuk memperbaiki mekanisme penambangan. Jika membandel, pihaknya tidak segan menghentikan dan merekomendasikan pencabutan izin penambangan.
Koordinator Umum Masyarakat Galunggung Menggugat Nanang Abdul Azis mengatakan, penambangan pasir di sekitar Galunggung merusak infrastruktur vital seperti jalan, sarana mitigasi bencana alam, dan kualitas air.
Contohnya, kerusakan jalan Desa Tawang di Kecamatan Padakembang. Setiap hari truk bermuatan 12 ton leluasa mengangkut pasir. Padahal, untuk jalan desa, tonase maksimal hanya 8 ton. Akibatnya, jalan sepanjang 9 kilometer kini rusak berat. (APO/ZAL/HAN/CHE)


Related news items:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar