Daerah Cabut Izin Tambang
   
       
        
     Selasa, 21 Februari 2012 00:00    
        
    
| Share | 
Pemerintah Daerah Harus Konsisten atas Keputusan Penghentian Usah
MANADO,- Aktivitas penambangan di sejumlah daerah 
akhirnya ditutup oleh pemerintah setempat karena dinilai merusak 
lingkungan. Sikap tegas itu setidaknya ditunjukkan Pemerintah Kabupaten 
Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, terhadap pertambangan bijih 
besi.
Adapun Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Aceh, menutup tambang galian C
 (pasir dan batu) di Kecamatan Darul Kamal karena berpotensi menimbulkan
 longsor dan krisis air bersih. Sikap tegas seperti itu juga 
ditunggu-tunggu oleh warga Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, yang kini 
sudah terusik oleh maraknya aktivitas 8.000 pendulang emas liar di 
kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Abrasi pantai
Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Landjar, Senin (20/2), 
menyatakan mencabut izin usaha pertambangan dari perusahaan Meta Perkasa
 Utama yang menambang bijih besi di Kecamatan Tutuyan. ”Eksploitasi itu 
telah menimbulkan abrasi pantai,” katanya.Sebelum mencabut izin usaha 
pertambangan (IUP) itu, Sehan telah beberapa kali menegur agar 
perusahaan Meta Perkasa Utama mematuhi aturan pertambangan, termasuk 
zona pertambangan bijih besi.
Menurut Sehan, eksploitasi bijih besi telah jauh keluar zona yang 
ditetapkan sehingga mengikis belasan hektar wilayah Pantai Paret. 
Wilayah pantai telah tergerus air air laut.Pelanggaran lainnya, menurut 
Sehan, adalah penggunaan alat berat berupa pengisap yang semestinya 
berada di laut tetapi justru mengisap bijih besi di pantai.
Namun, hubungan masyarakat (humas) PT Mega Perkasa Utama Decky 
Maengkom menilai, keputusan bupati itu semena-mena karena pihaknya sudah
 beroperasi selama dua tahun. Izin usaha pertambangan diperoleh tahun 
2009 dari pejabat bupati sebelumnya, Kandoli. Kami siap menggugat atas 
pencabutan izin usaha kami,” kata Maengkom. Ia mengaku telah 
mengeluarkan dana Rp 100 miliar lebih untuk investasi pertambangan di 
daerah itu.
Konsistensi
Warga Aceh Besar berharap pemerintah setempat konsisten dengan 
kebijakan penutupan tambang galian C Biluy, Darul Kamal. Penutupan kerap
 tidak diikuti dengan tindak lanjut di lapangan. Padahal, akibat 
pertambangan galian C tersebut, masyarakat di Biluy terancam krisis air 
dan longsor.
”Tahun lalu memang ada kebijakan penutupan, tetapi tindak lanjutnya 
tidak ada. Buktinya masih saja terjadi penambangan liar. Kami takut itu 
juga terjadi pada kasus ini,” ujar Ahmad Zamzami, warga Biluy, Kecamatan
 Darul Kamal, Aceh Besar. Pekan lalu, Bupati Aceh Besar mengeluarkan 
surat penghentian seluruh kegiatan penambangan dengan alat berat di 
Kecamatan Darul Kamal.
Di Darul Kamal terdapat 10 bukit yang kini sudah tidak utuh lagi. 
Dari 10 bukit itu, 3 di antaranya kini hampir rata dengan tanah. 
Akibatnya, warga kesulitan mendapatkan air bersih. Air hujan tidak dapat
 tersimpan lagi di lapisan tanah. Selain itu, kami juga takut dengan 
longsor. Lempung dan tanah setiap saat ke jalan jika terkena hujan,” 
kata Camat Darul Kamal, Erliana.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup indonesia  (Walhi) Aceh TM Zulfikar 
mengatakan, surat penghentian itu sudah sepatutnya diberlakukan, 
mengingat kondisi Biluy akibat pertambangan galian C itu cukup 
memprihatinkan.
”Surat penghentian ini harus dipatuhi oleh semua pihak. Kami minta 
pemerintah Aceh Besar dapat terus mengawal keputusan ini,” katanya.
Adapun di Gorontalo, Jemi Monoarfa dari Forum Pemerhati Penambang 
Bersatu (FPBB) Gorontalo mencatat, sekitar 8.000 penambang emas liar 
yang beroperasi di Kabupaten Bone Bolango. Mereka beroperasi di dalam 
kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Ia juga mendorong 
pembentukan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di dalam kawasan taman 
nasional itu.
”Jika WPR sudah terwujud, pengaturan penambang justru lebih mudah 
karena ada dasar hukumnya. Namun, jika penambang tak berizin itu 
diberantas karena memang ilegal, kemungkinan besar justru akan timbul 
konflik antara penambang dan pemerintah daerah,” ujar Jemi.
Bupati Tasikmalaya, Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ullum, mengatakan telah 
menginstruksikan penghentian sementara penambangan pasir di sekitar 
Gunung Galunggung. Pengusaha diberikan kesempatan untuk memperbaiki 
mekanisme penambangan. Jika membandel, pihaknya tidak segan menghentikan
 dan merekomendasikan pencabutan izin penambangan.
Koordinator Umum Masyarakat Galunggung Menggugat Nanang Abdul Azis 
mengatakan, penambangan pasir di sekitar Galunggung merusak 
infrastruktur vital seperti jalan, sarana mitigasi bencana alam, dan 
kualitas air.
Contohnya, kerusakan jalan Desa Tawang di Kecamatan Padakembang. 
Setiap hari truk bermuatan 12 ton leluasa mengangkut pasir. Padahal, 
untuk jalan desa, tonase maksimal hanya 8 ton. Akibatnya, jalan 
sepanjang 9 kilometer kini rusak berat. (APO/ZAL/HAN/CHE)

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar