Stop Izin Pembangunan Kebun Kayu
Oleh : Mahdi Andela | 22-Sep-2011, 08:49:20 WIB
KabarIndonesia - Direktur WALHI Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengatakan bahwa upaya pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia sepertinya masih jauh panggang dari api. Masifnya pembangunan kebun-kebun kayu monokultur yang didengung-dengungkan sebagai bagian dari upaya pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia memperlihatkan, pemerintah tidak peka terhadap permasalahan sesungguhnya kehutanan di Indonesia, kelompok masyarakat sipil mencatat berbagai upaya tersebut dilakukan dengan tidak memperhatikan problem mendasar sektor kehutanan di Indonesia.
Yaitu besarnya gap antara permintaan dan kemampuan pasok bahan baku kayu industri kehutanan di Indonesia, penyediaan berlebih kebutuhan kayu di pasar-pasar internasional tanpa melihat kemampuan pasok kayu dari hutan alam di Indonesia, ketiadaan upaya penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan-kejahatan kehutanan yang dilakukan oleh korporasi dan oknum aparat pemerintah termasuk kepala daerah. Serta ketidakjelasan penatabatasan kawasan, fasilitasi berlebih terhadap industri ekstraktif dan yang utama adalah tidak adanya penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat/komunitas lokal yang tinggal di hutan atau sekitar hutan.
Dikatakannya, problem-problem utama tersebut disimplifikasi dengan hanya berpedoman pada kepentingan industri dan pasar termasuk saat ini kepentingan pencitraan Indonesia untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai inisiatif pasar karbon dunia. Sementara perluasan pembangunan kebun-kebun kayu monokultur justru semakin memperkecil luasan hutan-hutan alam dan kawasan gambut di Indonesia bahkan menghilangkan hutan-hutan di pulau-pulau kecil yang rentan terhadap dampak perubahan iklim global.
Berbagai kejadian, katanya, konflik dan juga masukan-masukan dari kelompok masyarakat sipil berdasarkan studi advokasi yang dilakukan tidak menjadi salah satu referensi bagi pemerintah Indonesia. Bahkan pemerintah melalui kementerian kehutanan memiliki kecenderungan mengecilkan luasan hutan alam dengan mengedepankan pembukaan kawasan hutan untuk kebun-kebun kayu monokultur, perkebunan kelapa sawit skala besar. Dan memberikan dispensasi berlebih terhadap industri pertambangan dan dengan atas nama pembangunan energi terbarukan membenarkan pengrusakan hutan serta ekosistem pendukungnya.
Pembangunan perkebunan kayu monokultur yang pada awalnya ditujukan untuk percepatan penyediaan bahan baku kayu industri kehutanan dan harusnya dibangun diatas kawasan-kawasan hutan yang sudah terdegredasi, katanya justru menjadi salah satu penyebab kerusakan dan penghilangan hutan-hutan alam serta penghancuran ruang hidup bagi masyarakat dan satwa-satwa endemik di kawasan hutan di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Aceh.
Disebutkan, pembukaan berbagai lahan perkebunan oleh pemegang izin Hak Guna Usaha (HGU) juga menjadi ancaman serius bagi pelestarian kawasan hutan rawa di Aceh. Kawasan yang seharusnya menjdi penyangga bagi kawasan di sekitarnya seperti lahan mangrove dan lahan gambutpun dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit.
Pada sepanjang rawa dibuat kanal-kanal drainase untuk mengeringka rawa sehingga lahan yang yang sebelumnya berfungsi mengendalika iklim, pencegah insterusi, pencegah banjir dan kekeringan di wilayah tersebut beralih fungsi menjadi lahan perkebunan. Lahan gambut Aceh yang tersediapun semakin menipis akibat maraknya aksi alih fungsi lahan menjadi perkebunan. Salah satu rawa di Aceh yang kondisinya kian kritis adalah rawa gambut Tripa dan rawa Singkil.
Berdasarkan catatan WALHI Aceh, hingga Oktober 2010, terdapat 236 izin HGU perkebunan dengan luasan tidak kurang dari 351.232,816 Ha dan 109 izin pertambangan yang terdaftar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh hingga Januari 2011 dengan luas wilayah konsesi ± 745.980,93 hektar, baik di dalam kawasan hutan maupun non hutan. Jumlah ini diyakini akan terus membengkak diakibatkan oleh pembukaan kran investasi secara besar‐besaran. Sebagian besar HGU di Aceh merupakan perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit dengan skala besar terdapat di Aceh Tamiang, Aceh Singkil, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Utara, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Atas dasar itulah, maka WALHI Aceh menyerukan agar segera hentikan pemberian izin untuk pengembangan dan pembangunan kebun-kebun kayu baru.
Pemerintah segera melakukan audit secara menyeluruh terhadap kebun-kebun kayu yang ada serta melakukan evaluasi terhadap izin-izin yang telah diberikan; mengembalikan hak masyarakat adat/lokal serta menjamin kepastian peruntukan kawasan kelola rakyat; Memastikan berlangsungnya moratorium penebangan kayu hutan alam dan pemberian izin-izin baru dikawasan hutan serta menindak perusahaan-perusahaan dan oknum aparatur negara yang melakukan tindak kejahatan kehutanan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar