Jumat, 8 Jul 2011 09:24 WIB
Mentroe Malik dalam pertemuan tersebut ditemani oleh dr. Zaini Abdullah, bakal calon gubernur Aceh yang diusung Partai Aceh, Tgk Muzakir Hamid (Staf khusus Mentroe) dan juru bicara Partai Aceh Fakhrul Razi.
Diawal pembicaraan Mentroe Malik menyebutkan dirinya merupakan seorang pecinta lingkungan sejak kecil. Ia tetap konsen memerhatikan lingkungan walaupun dirinya berkecimpung dalam dunia politik. Misi menyelamatkan lingkungan tetap dilaksanakannya hingga kini.
“Pantai, coral reef (batu karang-red), kehidupan laut dan didarat sudah banyak rusak. Tambang-tambang juga sudah merusak lingkungan,”ujar Mentroe Malik.
Menurutnya selama ini pemerintah di Jakarta dan daerah hanya mengeksploitasi alam, untuk kepentingan kelompok, bukan untuk kepentingan negara.
Mentroe Malik menyayangkan hutan mangrove di Aceh, yang merupakan hutan mangrove terbesar di Sumatera nyaris punah.
“Jangan sampai hutan kita habis seperti di Malaysia, Thailand ataupun Birma,”ujarnya memberikan perbandingan.
Mentroe mengenang, pada masa konflik dulu, salah satu perintahnya adalah jaga hutan Aceh. “Jangan potong hutan lagi, kecuali untuk buat rumah penduduk, sedikit saja,”ucapnya. Saat itu banyak perusahaan yang mencoba mencuri kayu dari Aceh berhasil digagalkan oleh pihaknya.
Mentroe menceritakan dalam perjalanannya berkunjung ke daerah-daerah banyak menjumpai kerusakan lingkungan di depan mata. Pencurian kayu di Seulawah, galian tambang di Lhoong, banjir bandang di Tangse, yang menurutnya menyebabkan rusaknya hutan Aceh.
Banyak hal yang disampaikan oleh pemangku Wali Nanggroe tersebut. Sepertinya ia benar-benar mengikuti perkembangan isu lingkungan. Termasuk isu penjualan pasir laut ke Singapura juga ditanyakan kepada pihak Walhi Aceh.
“Saya minta kepada anggota Dewan dari PA, agar komit menyelamatkan lingkungan. Terus suarakan penyelamatan lingkungan,”ujarnya. Kepada Walhi, Mentroe juga berharap agar terus meneruskan usaha memperjuangkan pelestarian lingkungan.
“Dulu saya ada pasukan perang, kemudian ada pasukan politik, kini sudah ada pasukan lingkungan (walhi-red),”katanya disambut derai tawa para peserta pertemuan.
Direktur Walhi Aceh, T.M Zulfikar mengingatkan komitmen penyelamatan lingkungan yang sering dilanggar oleh pemerintah. “Di satu sisi melindungi, satu sisi merusak lingkungan,”ujarnya. Hal ini merujuk kepada kebijakan Moratorium Logging yang dikeluarkan Gubernur Aceh yang kontradiksi dengan kebijakan Gubernur mengeluarkan izin tambang ribuan hektar.
Apalagi, Walhi telah mengkaji bahwa mayoritas tambang-tambang tersebut berada dalam kawasan hutan lindung.
Silaturahmi berlangsung sekitar dua jam yang diselingi oleh padamnya listrik. “Inilah tipikal Aceh,”ujar dr. Zaini mengkomentari padamnya listrik sebentar-sebentar.
Semua pihak sepakat, siapapun yang akan memegang kendali pemerintahan kedepan harus benar-benar menjaga lingkungan dan menjadikan lingkungan sebagai mainstream utama pembangunan Aceh.(Ian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar