Selasa, 09 Agustus 2011

Bicara Perubahan Iklim tak Lepas dari Bicara Lingkungan

Bicara Perubahan Iklim tak Lepas dari Bicara Lingkungan

Link:http://www.rimanews.com/read/20110729/36223/bicara-perubahan-iklim-tak-lepas-dari-bicara-lingkungan

RIMANEWS - Berbicara tentang perubahan iklim tidak dapat dipisahkan dari isu lingkungan. Perubahan iklim menyebabkan dampak multi dimensi bagi bagi berbagai pihak. Perubahan iklim belum pernah diteliti secara khusus di Aceh namun demikian gejalanya sudah dapat dirasakan. Negara maju perlu bertanggung jawab atas perubahan iklim walaupun negara berkembang juga harus ambil bagian didalamnya. Perlu melakukan langkah kecil dari diri sendiri sebagai antisipasi perubahan iklim.
Demikian benang merah yang dapat ditarik dari diskusi Aceh dan Perubahan Iklim, Kamis (28/7) di Gedung ICAIOS Darussalam Banda Aceh. Acara ini terselenggara atas kerjasama Walhi Aceh dan ICAIOS.
T. Muhammad Zulfikar, pembicara dari Walhi Aceh menyatakan berbicara tentang perubahan iklim tidak bisa dilepaskan dari isu lingkungan. Perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Apalagi Aceh memilikit hutan yang cukup luas, yang diklaim mampu menyerap karbon, tertuduh utama perubahan iklim.
“Tapi sayangnya hutan Aceh semakin rusak saja. Kebijakan moratorium belum mampu mencegah kerusakan hutan karena tidak efektif. Masih ada saja izin-izin yang diberikan untuk kegiatan tambang dalam hutan lindung,”sebut T. Muhammad Zulfikar.
Ia pernah menjumpai ada pihak yang menyatakan kebijakan moratorium menyesatkan padahal menurut Walhi Aceh sendiri kebijakan ini sudah tepat. Tinggal saja bagaimana melaksanakan isi-isi kandungan kebijakan tersebut secara tepat dan konsisten. Inilah yang menjadi tugas Gubernur untuk memastikan intruksi yang dia keluarkan tersebut telah dilaksanakan.
Selain itu T. Muhammad Zulfikar menekan pentingnya climate justice atau keadilan iklim antar negara maju dan negara berkembang. “Negara maju penghasil emisi terbesar tapi kita yang diwajibkan untuk terus menjaga hutan. Seharusnya semua pihak harus ikut menurunkan emisi,”katanya. Jika keadilan iklim ini tidak dapat diterapkan maka sia-sia saja program mengantisipasi perubahan iklim.
Sementara itu DR Izarul Machdar dari Aceh Climate Change Initiative dalam paparannya menyatakan bahwa kurang lebih lima ton karbon dari aktivitas manusia diserap oleh hutan setiap tahunnya. Sedangkan total karbon yang dihasilkan adalah 32 miliar ton. Emisi yang ditimbulkan oleh deforestasi dan degradasi hutan mencapai sekitar 20 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) per tahun.
Ia juga menyinggung soal Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD), salah satu skema mitigasi perubahan iklim, dimana Aceh menjadi salah satu daerah pilot proyek. Menurutnya proyek ini harus benar-benar diawasi dengan ketat sehingga tidak merugikan Aceh nantinya.
Walau belum ada penelitian secara spesifik yang menyatakan telah terjadi perubahan iklim, namun sudah mengalami gejal perubahan iklim tersebut. Misalnya saja sekarang warga kota Banda Aceh yang tinggal di dekat kawasan pantai sekarang sudah merasakan dampak pasang air laut. Air laut jika pasang maka bisa menggenangi halaman rumah mereka, padahal dulunya tidak.
Belum lagi bicara tentang kekeringan, musim hujan yang susah diprediksi sehingga menyulitkan petani memulai masa tanam. Gelombang laut yang intensitasnya semakin tinggi dan badai yang semakin sering, curah hujan yang tinggi sehingga sering terjadi banjir di beberapa tempat dan sebagainya.
Peserta diskusi, M. Taufik Hidayat mempertanyakan apa yang dimaksud dengan perubahan iklim, apa betul perubahan iklim itu ada atau tidak. “Ini memang perlu kajian serius dan data yang panjang, dari ratusan tahun,”ucapnya. Kajian ini nantinya harus bisa memastikan siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas perubahan iklim.
Sedangkan Zulfikar dari Jurusan Arsitektur Universitas Syiah Kuala menekankan pentingnya perubahan-perubahan kecil yang dapat dilakukan manusia. Misalnya menghemat pemakaian energi, sektor yang paling banyak menghasilkan emisi. Peserta lainnya dari Aceh Climate Change Studies, Evalina meminta pihak-pihak terkait agar juga memperhatinkan perkembangan kota Banda Aceh dimana lahan hijau semakin sedikit saja.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar