Rabu, 17 Agustus 2011

Penambangan Liar Marak di Aceh Besar

Banda Aceh, (Analisa). Berbagai penambangan liar di kawasan terlarang banyak ditemukan di Kabupaten Aceh Besar. Penambangan liar tersebut umumnya galian C yang mengancam dan merusak kelestarian lingkungan di kabupaten yang berbatasan langsung dengan ibu Kota Provinsi Aceh itu.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai wilayah Aceh Besar banyaknya galian C yang dapat merusak lingkungan, Pemerintah setempat (pemkab Aceh Besar-red) perlu melakukan tindakan tegas terhadap pelaku galian C, yang umumnya cukong besar.

"Ini sangat perlu, agar kawasan sungai, bukit dan hutan di daerah penyangga ibukota provinsi Aceh ini tidak semakin hancur," tegas Direktur Walhi Aceh TM Zulfikar pada wartawan, Rabu (17/8) di Banda Aceh.

Dikatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pemkab Aceh Besar menyebutkan lokasi Krueng Kemireu dari waduk Keliling sampai dengan jembatan Keumireu Kecamatan Kota Cot Glie dinyatakan sebagai lokasi terlarang bagi kegiatan penambangan pasir dan kerikil.

Daerah ini sangat penting untuk dibebaskan dari galian C agar melindungi sumber air Waduk Keuliling sendiri. Namun sayangnya, lanjut Zulfikar, menurut informasi, masih ada lima titik lokasi penambangan liar dikawasan tersebut.

Selain di lokasi Krueng Jreu dari bendungan Kreung Jreu hingga jembatan Indrapuri juga dinyatakan sebagai lokasi terlarang bagi tambang galian C. Namun lagi-lagi larangan ini dianggap angin lalu saja oleh para cukong sehingga hingga kini terdapat tiga titik lokasi penambangan liar. "Larang tambang ini untuk mengamankan Waduk Kreung Jreu dan meminimalisir longsor di kebun-kebun milik masyarakat usaha galian C wajib dihentikan," jelas Zulfikar.

Jadi Incaran

Masih ada lokasi-lokasi lain yang jadi incaran para perusak lingkungan ini, lanjut Zulfikar, misalnya saja sepanjang Krueng Aceh, Gampong Limo Lam Leuwueng dan berbagai titik lainnya. Mereka tidak peduli dengan kelestarian lingkungan dan hajat hidup orang banyak.

Bupati Aceh Besar pun sudah mengeluarkan sejumlah peraturan untuk melarang pertambangan liar galian C. Sebut saja Qanun Aceh Besar No.19 Tahun 2003, Surat Bupati Aceh Besar No. 540/339 Tanggal 17 Januari 2011. Maklumat Muspida ini tetap saja tak digubris. "Ibarat pepatah, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu," beber Zulfikar.

Padahal sesuai aturan, tambahnya, untuk melakukan aktivitas pertambangan galian C sudah ada regulasinya. Setiap usaha pertambangan harus memenuhi 4 tertib yaitu tertib perizinan, pelaporan, lingkungan, dan pajak.

Walhi Aceh mendukung upaya Pemkab Aceh Besar untuk turun ke lapangan pada Kamis (18/8) sebagaima pemberitahuan yang diterima guna melakukan penertiban dan penutupan usaha tambang liar harus segera dilakukan.

Menurut Zulfikar, sosialisasi ke penambang, penertiban oleh Tim Penertiban dan pemasangan papan larangan tambang di lokasi menjadi hal yang sangat penting. Jika pun nanti cukong yang membandel, maka sudah selayaknya diberi teguran tertulis kepada penambang dan mengadakan koordinasi dengan muspika masing-masing kecamatan serta pihak keamanan seperti Polres/Polresta.

Semoga langkah yang dilakukan Pemkab Aceh Besar dapat memberikan efek jera bagi para penambang galian C. Penertiban sangat penting untuk menjaga kepentingan masyarakat banyak. Untuk menjaga sumber-sumber air dan kehidupan masyarakat tetap berlanjut sampai masa mendatang. (irn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar