Selasa, 09 Agustus 2011

Lhoknga Terancam Hujan Asam Pabrik Semen Andalas

Lhoknga Terancam Hujan Asam Pabrik Semen Andalas
Senin, 08 Agustus 2011
 
Banda Aceh — Peristiwa terbakarnya batubara dalam gudang penyimpanan milik PT Lafarge Cement Indonesia (dulu PT SAI) Lhoknga menyiratkan bahwa ada bahaya tersembunyi yang berasal dari pabrik tersebut. Bahaya itu adalah akan munculnya hujan asam di sekitar Lhoknga, dimana hujan ini bisa tercipta dari SOx dan NOx hasil pembakaran batubara. Demikian disampaikan oleh Direktur Walhi Aceh, T.M Zulfikar dalam siaran persnya, Senin (8/8).

Pada hari Sabtu (6/8) terjadi kebakaran dalam tumpukan batubara yang terdapat dalam gudang penyimpanan di Lhoknga. Kebakaran yang terjadi di dalam gudang raksasa yang terletak persis di pinggir jalan Banda Aceh — Meulaboh tersebut di duga akibat suhu udara yang tinggi. Gudang itu sendiri luasnya sekira satu kali lapangan bola dengan ketinggian atap diperkirakan 30 meter dan penuh dengan stok batubara, bahan bakar utama pabrik semen.

Batubara yang terbakar menghasilkan asap yang mengandung SOx (senyawa Sulfur) dan NOx (senyawa Nitrogen) yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Asap tersebut menyebar hingga radius lima kilometer di sekitar pabrik. Kawasan yang terparah menerima dampaknya adalah desa Mon Ikeun, desa yang terletak mengitari pabrik semen.

Menurut literatur ilmiah, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya kotoran berupa sulfur dan nitrogen, dimana bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran didalamnya akan dilepaskan ke udara. Bila mengapung di udara zat kimia ini dapat bergabung dengan uap air (contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" atau “acid rain”. Asap yang keluar dari pembakaran mengandung partikel yang sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Walhi Aceh yang melakukan observasi dan wawancara lapangan, Senin (8/8) menemukan fakta bahwa gudang penyimpanan batubara tersebut tidak mempunyai ventilasi yang memadai. Tanpa ventilasi yang memadai menyebabkan temperatur dalam gudang meningkat dan akhirnya menimbulkan kebakaran. Tampak bekas-bekas noda asap dan jelaga berwarna kehitaman di jendela-jendela ventilasi.

Tokoh muda desa Mon Ikeun, Ayun Rifani menyampaikan bahwa saat kejadian menyebarnya asap, warga tidak mendapat sinyal peringatan apapun dari pabrik. “Tidak ada sirene tanda bahaya atau semacamnya, masyarakat merasakan tiba-tiba sesak nafas. Sampai ada yang dibawa ke rumah sakit,”katanya.

Sekretaris desa Mon Ikeun, Edi Sulaiman, mengatakan bahwa saat ini tengah berlangsung proses musyawarah antara masyarakat desa dengan pihak perusahaan. Masyarakat meminta PT LCI agar mematuhi prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik. “Sayangnya permintaan masyarakat ini belum mendapat respon dari petinggi pabrik,”ujarnya.

Saat ini negoisasi yang terpenting menuru Sekdes Mon Ikeun adalah bagaimana merawat para korban akibat asap pembakaran yang terjadi.

Walhi Aceh mencatat beberapa hal penting yang tidak dilakukan oleh PT LCI sebagai mitigasi bencana yang ditimbulkan pabrik, yaitu:

1. Tidak adanya tanda bahaya yang dikeluarkan oleh pabrik. Padahal ini sangat penting sebagai pemberitahuan bagi masyarakat sehingga insiden bisa diantisipasi.

2. Gudang batubara yang terletak di pinggir jalan raya, sangat dekat dengan pemukiman (+100 meter). Padahal dalam dokumen AMDAL pembangunan kembali pabrik semen tahun 2006 disebutkan bahwa pembangunan gudang batubara akan dilakukan di posisi semua yaitu di areal belakang pabrik, yang relatif agak jauh dari pemukiman.

3. PT LCI usai kejadian tidak pernah memberikan penjelasan secara rinci dan transparan kepada masyarakat tentang peristiwa apa yang sebenarnya terjadi. Ini membuat simpang siurnya berita yang berkembang sampai ada media yang menuliskan bahwa insiden itu adalah bocornya gas amoniak. Padahal masih harus dibuktikan secara ilmiah bahkan secara teori bukan amoniak.

"Kami meminta pemerintah agar bertindak tanggap terhadap persoalan lingkungan yang mendera masyarakat di sekitar pabrik dan menindak pabrik yang telah berkali-kali melanggar pelestarian lingkungan. Jangan sampai peristiwa yang sejenis terulang kembali dan menimbulkan korban jiwa, baru pemerintah sibuk kebakaran jenggot,"ucap T. Muhammad Zulfikar.

Sementara itu Kepala Bapedal Provinsi Aceh, Husaini Syamaun ketika dihubungi The Globe Journal Senin (8/8) mengatakan pihak belum tahu tentang kejadian ini. Ia mengaku masih berada di luar kota dan belum mendapat laporan tentang kebakaran dari instansi terkait dari Aceh Besar, lokasi dimana PT LCI berada. [REL]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar