Aceh Bisnis Hari ini Pkl. 06:39 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, TM Zulfikar, mengatakan, peristiwa terbakarnya batubara dalam gudang penyimpanan milik PT Lafarge Cement Indonesia (dulu PT Semen Andalas Indonesia) di Lhoknga menyiratkan bahwa ada bahaya tersembunyi yang berasal dari pabrik tersebut.
Dikatakannya, efek negatif yang akan muncul akibat kebakaran gudang itu adalah akan munculnya hujan asam di sekitar Lhoknga, di mana hujan ini bisa tercipta dari zat SOx (senyawa sulfur) dan NOx (senyawa nitrogen) hasil pembakaran batubara.Sebelumnya, pada Sabtu (6/8) telah terjadi kebakaran dalam tumpukan batubara yang terdapat dalam gudang penyimpanan di Lhoknga. Kebakaran yang terjadi di dalam gudang raksasa yang terletak persis di pinggir jalan Banda Aceh – Meulaboh tersebut, diduga akibat suhu udara yang tinggi.
Zulfikar menjelaskan, gudang itu luasnya sekitar satu kali lapangan bola dengan ketinggian atap diperkirakan 30 meter dan penuh dengan stok batubara, bahan bakar utama pabrik semen. Batubara yang terbakar menghasilkan asap yang mengandung SOx dan NOx yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
“Asap tersebut menyebar hingga radius lima kilometer di sekitar pabrik. Kawasan yang terparah menerima dampaknya adalah Desa Mon Ikeun, desa yang terletak mengitari pabrik semen,” ujar Zulfikar.
Menurut literatur ilmiah, katanya, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya kotoran berupa sulfur dan nitrogen, dan jika batubara itu terbakar kotoran-kotoran di dalamnya akan dilepaskan ke udara.
Dan bila zat kimia itu mengapung di udara, dapat bergabung dengan uap air seperti kabut, sehingga tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai hujan asam (acid rain). Asap yang keluar dari pembakaran mengandung partikel yang sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Walhi Aceh yang melakukan observasi dan wawancara lapangan, Senin (8/8), menemukan fakta bahwa gudang penyimpanan batubara tersebut tidak mempunyai ventilasi yang memadai. Tanpa ventilasi yang memadai menyebabkan temperatur dalam gudang meningkat dan akhirnya menimbulkan kebakaran. Tampak bekas-bekas noda asap dan jelaga berwarna kehitaman di jendela-jendela ventilasi.
Sementara itu, tokoh muda Desa Mon Ikeun, Ayun Rifani mengatakan, saat kejadian menyebarnya asap itu, warga tidak mendapat sinyal peringatan apapun dari pabrik tersebut.
“Tidak ada sirene tanda bahaya atau semacamnya, untuk mengingatkan warga terhadap bahaya asap itu. Saat itu masyarakat hanya merasakan tiba-tiba sesak nafas, sampai ada yang dibawa ke rumah sakit,” ungkapnya.
Sekretaris Desa Mon Ikeun, Edi Sulaiman, mengatakan saat ini tengah berlangsung proses musyawarah antara masyarakat desa dengan pihak perusahaan. Masyarakat meminta PT LCI mematuhi prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik.
“Sayangnya permintaan masyarakat ini belum mendapat respon dari petinggi pabrik,”ujarnya.
Walhi Aceh pun meminta pemerintah tanggap terhadap persoalan lingkungan yang mendera masyarakat di sekitar pabrik, dan menindak pabrik yang telah berkali-kali melanggar kelestarian lingkungan. “Jangan sampai peristiwa yang sejenis terulang kembali dan menimbulkan korban jiwa, baru pemerintah sibuk kebakaran jenggot,” ujar Zulfikar. (dedi irawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar