Dengarkan Petinggi Bicara Soal Rawa Tripa
Firman Hidayat | The Globe Journal
Minggu, 13 Mei 2012 16:29 WIB
Link:http://theglobejournal.com/feature/dengarkan-petinggi-bicara-soal-rawa-tripa/index.php
Link:http://theglobejournal.com/feature/dengarkan-petinggi-bicara-soal-rawa-tripa/index.php
Orangutan itu lenyap, ada yang berteriak tapi tak menggema lagi. Manusia mungkin tak mengerti bahasa orangutan ketika menjerit, apakah mereka takut dan pergi entah kemana. Konon lingkungan di rawa tripa itu juga rusak terkoyak. Lahan-lahan gambut dibelah, dibikin kanal-kanal tanpa rasa berdosa. Akhirnya tanaman sawitpun tegak berdiri.
Mendengar ada kerusakan di lahan gambut yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), tangan kanan Presiden Republik Indonesia, yaitu Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan akhirnya menginjakan kaki di lahan gambut itu. Bersama Dirjen Planologi dan tim Satgas serta banyak pihak, Minggu ( 6/5) Zulkifli Hasan menyaksikan tandusnya lahan gambut yang sempat bikin kepala “menggeleng-geleng.”
The Globe Journal coba mengupas ulang komentar para petinggi soal rawa tripa. Pekan ini rekaman data yang pernah dilansir situs online ini kembali mengingatkan betapa pentingnya penyelamatan hutan rawa gambut tripa. Tentunya cukup banyak sajian yang sudah dikupas, tapi ini hanya sekedar petinggi-petinggi Aceh bicara soal rawa gambut tripa.
Semua mendukung menjaga rawa tripa, mulai dari rakyat yang paling kecil sampai pejabat tinggi. Lingkungan harus dijaga, rawa tripa juga harus diselamatkan, konon hutan gambut paling besar menyerap karbon dan mendukung program REDD.
Tim Koalisi Penyelematan Rawa Tripa (TKPRT) dan Forum Tata Ruang Sumatera (FOR-Trust) Aceh terus mengalirkan suara dalam rilis/ pernyataan sikap dan mendesak Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan agar menuntaskan persoalan kehancuran lahan gambut tripa di Kabupaten Nagan Raya, Aceh.
Juru Bicara TKPRT, Irsadi Aristora mengatakan Menteri Kehutanan sudah melihat langsung kerusakan yang terjadi dilahan gambut tripa. “TKPRT mengharapkan agar Menhut RI tidak dapat lepas tanggung jawab begitu saja, meskipun perizinan itu diberikan oleh Pemerintah Provinsi Aceh atau Pemkab Nagan Raya,” kata Irsadi melalui rilis yang baru saja dikirimkan ke The Globe Journal, Minggu (13/5).
Menteri Kehutanan juga bertanggung jawab atas persoalan habitat orangutan yang hilang dan juga pelanggaran intruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan hutan gambut, dimana Menteri Kehutanan yang mengeluarkan peta indikatifinya.
Saat itu kutipan Koordinator YEL, Halim di Nagan Raya mengatakan Menteri Kehutanan RI sempat marah-marah. Staff Walhi Aceh, Nizar yang ikut mendampingi Menhut saat itu mengakuinya. Menhut sempat marah-marah dengan staff perusahaan di rawa tripa, apalagi staf itu mengatakan pembuatan kanal-kanal di rawa gambut ini belum ada izin, atau izinnya masih diproses.
Kepala Pusat Humas Kemenhut, Sumarto Suharno, Minggu (6/5) mengakui ada dugaan telah terjadi pelanggaran di rawa gambut tripa di Aceh. Hal tersebut setelah melakukan survey selama beberapa hari di rawa gambut tripa di Kabupaten Nagan Raya.
Saat dihubungi The Globe Journal, Minggu (06/5), Ia mengatakan Menteri Kehutanan RI akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Aceh terkait ada dugaan pelanggaran tersebut. “Rekomendasi ini bersifat teknis,” kata Sumarto.
Pelanggaran ini setidaknya harus diusut oleh penegakan hukum. Sumarto menambahkan pelanggaran yang dimaksud adalah telah terjadinya pembakaran di rawa gambut tripa dan pengoperasional tanpa izin oleh perusahaan.
“Hari ini (Minggu-Red) saya bersama Menteri Kehutanan dan Dirjen Planologi Kehutanan berkunjung ke rawa tripa untuk melihat kondisi hutan gambut rawa tripa, keberlangsungan habitat orangutan dan lokasi pembakaran hutan gambut,” kata Sumarto.
Menurutnya hutan gambut rawa tripa merupakan daerah yang khusus, apalagi masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang menjadi pusat pengembangan wilayah. Menteri Kehutanan akan melihat apakah semuanya sudah green economics, artinya ekologi, sosial, ekonomi didaerah itu harus seimbang.
Sekarang posisinya masil APL, kendatipun begitu tetap memperhatikan kalau hutan gambut rawa tripa itu kedalamannya lebih dari 3(tiga) meter harus ada pengelolaan secara khusus. Menteri Kehutanan melihat itu, apalagi ada dominan untuk floranya yaitu buah jambu-jambuan yang menjadi sumber makanan Orangutan di rawa tripa.
Masih dikatakan Sumarto, ada empat perusahaan yang beroperasi di rawa tripa. “Totalnya lebih kurang ada sekitar 22.000 hektar,” katanya.
Sebenarnya Menteri Kehutanan RI tidak punya wewenang untuk menghentikan operasional perusahaan tersebut. “Ini domainnya Pemerintah Daerah,” kata Sumarto. Tapi kalau gambut dengan kedalaman 3 meter lebih sudah terganggu maka Menteri Kehutanan akan memberikan rekomendasi untuk Pemerintah Aceh.
Kewenangan APL itu Pemerintah Daerah, tapi Menteri Kehutanan akan mengeluarkan rekomendasi teknis bagaimana mengelola gambut dengan kedalaman tiga meter lebih, termasuk juga terhadap keanekaragaman hayati di kawasan hutan gambut rawa tripa tersebut. “Rekomendasi bersifat sangat penting dan strategis,” kata Kapushumas Kemenhut RI, Sumarto Suharno.
Setelah diamati, ada lokasi yang dibakar, kemudian tebang kayu juga dilakukan. Terkait dengan operasional juga harus dilakukan jika sudah ada izin, kalau belum selesai maka perusahaan tidak boleh lakukan kegiatan. “Kemarin kita lihat ada pembuatan kanal di kawasan gambut rawa tripa, harus hati-hati, Pemerintah Aceh harus tegur perusahaan itu,” tambah Sumarto lagi.
Rekomendasi yang akan diberikan untuk Pemerintah Aceh nanti salah satunya upaya penegakan hukum karena telah terjadi dugaan pelanggaran. Terutama pembakaran hutan gambut dan operasional tanpa izin oleh perusahaan. “Kita juga sudah turunkan Polisi dan Jaksa untuk melihat langsung kondisi tersebut,” demikian Kepala Pusat Humas Kementrian Kehutanan RI, Sumarto Suharno.
Tak hanya Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan yang marah. Anggota MPR RI asal Aceh, Ahmad Farhan Hamid juga sempat kerut kening, alias heran kenapa perusahaan itu berani-beraninya beraktifitas sementara belum mengantongi izin. Mereka sempat diskusi. Pj. Bupati Nagan Raya, Azwir bersama Muspida mencari solusi.
Pj. Bupati Nagan Raya, Azwir kepada The Globe Journal, Kamis (10/5) mengatakan perusahaan yang beraktifitas di lahan gambut tripa dipanggil menghadap. “Pemkab Nagan Raya meminta perusahaan menghentikan semua kegiatan itu di lahan gambut tripa karena tidak ada izin,” kata Azwir sebagaimana yang pernah diberitakan The Globe Journal.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua DPRK Nagan Raya, Samsuardi. Kepada The Globe Journal, Kamis (10/5) Ia mengatakan jika ingin masalah rawa tripa ini selesai maka pemberi izinnya harus ditangkap, termasuk yang mengeluarkan izin prinsipnya. “DPRK Nagan Raya tidak ada teken apapun, konsultasipun tidak ada ada soal rawa tripa ini,” ungkap Samsuardi.
Satgas REDD pernah mengeluarkan rilisnya tanggal 13 April 2012 lalu. Satgas REDD menemukan tiga pelanggaran yang terjadi di rawa gambut tripa, yaitu melanggar peraturan perundang-undangan No 18 Tahun 2004 tentang perkebunan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang Junto Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
Sementara itu hasil wawancara The Globe Journal dengan Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf di kediamannya pada, Senin 19 Maret 2012 pernah mengatakan Sebenarnya izin PT. Kalista Alam itu memang sudah lama ada. “Tapi yang baru ini terpaksa saya berikan izinnya,” kata Irwandi.
Awalnya lahan itu sudah rusak sebelum masuk Kalista Alam, kiri kanan lahan sudah menjadi kebun masyarakat sedangkan lahan itu inklaf aturannya. Sehingga lahan-lahan itu memang sudah botak, kemudian menjadi isu ketika izin keluar.
Tidak ada orangutan disitu, walaupun Walhi Aceh mengekpose seolah-olah sudah habis orangutan di rawa tripa itu. “Itu politik,” katanya.
Saat ditanya kenapa izin dikeluarkan, Irwandi mengatakan intinya satu tahun setengah izinnya saya tahan, awalnya itu bersengketa. “Namun ketika Polisi mengeluarkan keterangan bahwa ini harus diberikan karena perusahaan tersebut memenuhi segala cara, ada surat dari Polda Aceh, lalu saya harus jawab, kalau saya tidak berikan bagaimana alasannya ? kalau saya berikan ada alasannya, orang banyak mengalihkan dengan Pemilukada tapi dan sumpah saya tidak terima sepeserpun dari perusahaan itu,”ungkap Irwandi Yusuf.
Baru-baru ini Kapolda Aceh, Irjen Pol. Iskandar Hasan juga angkat bicara soal rawa tripa. “Tim Gabungan dari Mabes Polri sedang proses penanganan khusus pembakaran yang terjadi di rawa gambut tripa,” kata Iskandar Hasan kepada wartawan usai ngopi bareng bersama masyarakat nelayan dan instansi terkait, Jum’at (11/5).
Terkait dengan masalah-masalah izin di rawa tripa, Kapolda Aceh mempersilahkan wartawan untuk melakukan investigasi. “Kalau memang ada kaitannya siapapun dipanggil, bukan hanya mantan, tapi siapapun yang terkait akan dipanggil,” kata Kapolda Aceh, Irjen. Pol, Iskandar Hasan.
Masalah di rawa tripa sudah didalami, ada satu kasus penanganan khsusus masalah pembakaran yang sedang diproses oleh Mabes Polri bersama instansi terkait. “Saya lupa nama perusahaan yang melakukan pembakaran itu, tapi kasus pembakaran ini kita proses,” katanya sembari mengatakan lahan gambut tripa itu harus dijaga agar tidak terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar