Jumat, 21 Oktober 2011

Walhi Aceh : Tutup Tambang Kalau Gubernur Ingin Jaga Aceh

Walhi Aceh : Tutup Tambang Kalau Gubernur Ingin Jaga Aceh
Firman Hidayat | The Globe Journal | Kamis, 13 Oktober 2011
Link:http://www.theglobejournal.com/kategori/lingkungan/walhi-aceh--tutup-tambang-kalau-gubernur-ingin-jaga-aceh.php
Banda Aceh — Direktur Walhi Aceh, TM Zulfikar akhirnya angkat bicara setelah melihat persoalan tambang tidak ada satu hasilpun yang menyatakan dampak positif dari sekian banyak usaha-usaha tambang di Aceh. “Jika mahasiswa dan akademisi menuntut tutup tambang, kenapa Pemerintah Aceh harus memaksa diri,” kata TM sapaan akrabnya.

Saat melakukan diskusi menentukan konsep penelitian pertambangan yang digagas oleh Achenese Civil Society Task Force (ACSTF), Kamis (13/10) di Hotel Grand Nanggroe, TM. Zulfikar mengatakan salah satu pusat kajian di Negara Peru menyebutkan bahwa konflik sosial dan persoalan lingkungan terus meningkat akibat tambang. Dari tahun 2006 pusat kajian itu mencatat ada 82 kasus konflik sosial yang terjadi, angka meningkat di tahun 2011 menjadi 217 kasus.

Di Indonesia, konflik sosial yang terjadi di Freeport seperti apa kondisinya dan sampai sekarang terus saja ribut. “Anehnya lagi hasil menjual tanah air Indonesia, pemerintah tidak lebih hanya mendapatkan 1 persen dan masyarakat dapat apa? Sedangkan 99 persen lagi dibawa kemana? Yang terjadi justru ribut terus."

Hari ini di Aceh, persoalan tambang juga ribut terus sejak Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertambangan dan Energi menandatangani 115 perusahaan tambang baik yang ekplorasi maupun yang ekploitasi. “Kalau saja dijadikan sampel untuk tiga perusahaan saja maka sudah memicu konflik yang besar,” sebut TM.

Sehari sebelum diskusi di Grand Nanggroe ini, mahasiswa melakukan demontrasi untuk menutup tambang di Aceh Selatan dan itu jelas sekali bagaimana konsekuensi yang ingin disampaikan, kemudian bagaimana masyarakat membela diri akibat konflik yang terjadi di Manggamat Aceh Selatan oleh oknum TNI di Pos PT. PSU.

TM menyarankan sebaiknya di Aceh jangan dululah buka tambang, kita harus bisa buktikan bahwa benar akibat tambang banyak persoalan. Bukan hanya konflik sosial tapi pencemaran dan persoalan lingkungan. “Secara ilmiah dibuktikan kalau suara dari kampus sudah menolak tambang, mau ngapain lagi pemerintah memaksa diri,” terang TM.

Sumber daya di Aceh ini sangat melimpah, kenapa kita harus berputar dalam hal-hal yang ada didalam tanah. Diatas tanah saja tidak becus dikelola, dibawah tanah apalagi? Sebaiknya cari usaha lain dan jangan tambang kalau ingin jaga Aceh.

Persoalan yang mencuat sebenarnya mulai dari proses dan tahapannya, TM Zulfikar memaparkan ketika izin dibeli baik dalam bentuk kontrak karya atau kuasa tambang sehingga tidak ada konsultasi dengan masyarakat setempat.

Kemudian ditahap ekplorasi juga seperti itu, kalau sudah mengetahui ada untung besar maka mulai lobi pemerintah dan setidaknya ada pembagian uang di awal sehingga pada kemudian hari pemerintah tidak mungkin tolak lagi. Tahap ekplorasi saja sudah bermasalah.

Dalam persetujuan Amdal, Walhi Aceh sering sekali menolak dan orang lain menerima. Kemudian pemahaman terhadap masyarakat masih lemah tapi dipaksakan masyarakat harus menerima Amdal tersebut.

Ketika tambang berakhir, yang terjadi cadangan habis, sehingga kawasan tambang menjadi kota mati dan lahan tidak berfungsi lagi. Muncul pelanggaran HAM yang banyak dan PHK besar-besaran. Kemudian lahan tidak bisa dipakai lagi karena didalam sudah dikerok, diatas tanah sudah tidak bisa buat apa-apa lagi.

Foto : Lokasi Tambang PT. LHoong Setia Mining di Kecamatan Lhoong Aceh Besar.
Diambil dari atas udara (dok. Walhi Aceh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar