Izin Lokasi Tebar Konflik
| Share |
Eksplorasi Tambang Menuai Protes Warga Sekitar
BANDA ACEH, - Ratusan izin lokasi usaha pertambangan dan perkebunan sawit yang diterbitkan pemerintah berpotensi menebar benih konflik di sejumlah wilayah di Tanah Air, seperti di Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Selatan. Lokasi yang diincar investor bersentuhan dengan hutan lindung, konservasi, dan hutan rakyat yang selama ini menghidupi warga sekitar.
Di Aceh, sebanyak 236 izin perkebunan dan 120 izin tambang saat ini diberikan kepada perusahaan swasta yang sebagian besar bersentuhan dengan lahan hutan lindung, konservasi, dan hutan rakyat.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh TM Zulfikar, Selasa (27/12), mengungkapkan, izin-izin perkebunan tersebut telah menggerus lahan hutan di Aceh seluas 351.232,8 hektar. Adapun izin-izin tambang itu mengalihfungsikan lahan hutan hingga sekitar 750.000 hektar.
”Tidak jelas alasan pemberian hak guna usaha (HGU) di atas lahan itu. Dampak ekonomi bagi warga sekitar pun tak jelas. Malah, terancam bencana banjir dan kekeringan,” ujarnya.
Walhi Aceh mencatat, dalam setiap konflik, warga sekitar selalu tak berdaya. Ironisnya, pemerintah dan aparat lebih sering membela kepentingan perusahaan daripada masyarakat. Kasus pemberian izin terhadap PT KA oleh Gubernur Aceh untuk mengalihfungsikan lahan hutan gambut seluas 1.605 hektar di Nagan Raya adalah contohnya.”Warga tak diajak bicara dan tak ada analisis mengenai dampak lingkungan,” katanya.
Namun, Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengatakan, persoalan lahan perkebunan tak sepenuhnya kesalahan pemerintah daerah. Pemerintah pusat juga berperan karena tak konsisten dalam penerapan kebijakan.Nazar mencontohkan, Kementerian Kehutanan tetap saja memperpanjang izin perusahaan tertentu untuk memperpanjang HGU-nya di lahan tertentu, yang sesungguhnya tidak layak.
Sengketa lahan tambang emas di Sumba Tengah dan Sumba Timur, NTT, diwarnai penangkapan tiga warga oleh aparat keamanan, 6 Desember 2011. Mereka dituduh menyerang dan membakar alat pengeboran emas milik PT Fathi Resources.Koordinator Komunitas Peduli Tanah Sumba Pastor Mikel Keraf mengungkapkan, sengketa lahan tambang seluas 39.600 hektar di Sumba Tengah karena minimnya sosialisasi antara investor, pemerintah, dan warga.
Direktur PT Fathi Resources Achmat Chandra mengatakan, sosialisasi sudah dijalankan sejak tahun 2000. ”Kami dapat izin eksplorasi seluas 99.000 hektar. Namun, itu cuma izin eksplorasi. Untuk eksploitasi, kami hanya butuh 400 hektar saja,” katanya.
Sekitar 2.000 warga dari sejumlah daerah di Sumatera Selatan berunjuk rasa di Kantor Gubernur Sumsel dan Markas Kepolisian Daerah Sumsel di Palembang, Selasa. Mereka menuntut penarikan aparat dari lahan berkonflik serta mencabut HGU sejumlah perusahaan yang dinilai menggusur lahan garapan mereka. (SIR/HAN/KOR/IRE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar