Walhi Paparkan Tiga Kebohongan PT Kalista Alam


Banda Aceh – Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) gugatan Walhi Aceh terhadap Gubernur dan PT Kalista Alam terkait pemberian izin di kawasan Rawa Tripa mengagendakan pembacaan replik dari penggugat di PTUN Banda Aceh, Selasa (25/1).
Dalam repliknya, Walhi menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi di kawasan lahan gambut Rawa Tripa adalah nyata dan didasari oleh fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan. Hal ini menanggapi jawaban pihak tergugat I dan II intervensi yang menyatakan bahwa kerusakan Rawa Tripa masih berupa khayalan.
Sidang yang berlangsung sekitar 20 menit tersebut dimulai pada pukul 12:00 WIB. Pengacara Walhi Aceh yang diwakili oleh Jehalim Bangun SH dan Nurul Ikhsan SH mengatakan, eksistensi tergugat II intervensi (PT Kalista Alam) terhadap areal perkebunan sawit adalah kebohongan belaka, dengan memanfaatkan dan memanipulasi keputusan-keputusan Tata Usaha Negara yaitu Surat Dinas Kehutanan Aceh Provinsi Aceh Nomor : 522.51/4302.II tanggal 16 April 1999 dan Surat Keputusan Bupati Nagan Raya Nomor : 5222/104/2008 tanggal 5 Februari 2008.
“Seandainya pun benar perbuatan Tergugat II Intervensi tersebut, nyata-nyata telah menyalahi prosedur dan ketentuan yang berlaku karena tidak memiliki izin untuk melakukan kegiatan pembersihan lahan untuk penanaman, karena SK Bupati Nagan Raya Nomor : 5222/104/2008 tanggal 5 Februari 2008 tersebut tidak bisa dijadikan dasar hukum bagi Tergugat II Intervensi untuk penguasaan lahan. Selain itu, SK Bupati tersebut ternyata telah habis masa berlakunya terhitung sejak tanggal 5 Februari 2011,” jelas Nurul Ikhsan, pengacara Walhi Aceh.
Selain itu, Tergugat II Intervensi dianggap telah berbohong tentang jenis tanah gambut di lokasi perkara. PT Kalista Alam menyatakan kedalaman tanah gambutnya hanya 0,5 – 1 meter dan tidak ditemukan rawa-rawa. Padahal fakta sebenarnya, kedalaman tanah gambut di lokasi perkara mencapai 2,75 meter sampai dengan lebih dari 3 meter, berdasarkan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL) Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kalista Alam yang disusun oleh PT. Dypersi Konsulin Utama (DKU) dan sudah disahkan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Nagan Raya Nomor : 660/116/LHK/2009 tanggal 16 April 2009.
Menurut Walhi Aceh, lahan seluas 1.605 Hektar yang menjadi lokasi yang dimohonkan oleh Tergugat II seluruhnya masuk kedalam Kawasan Ekosistem Leuser  yang berupa hutan rawa primer dengan vegestasi tergolong rapat. Akan tetapi kondisi tersebut berubah setelah Tergugat II Intervensi melakukan kegiatan pembukaan lahan, sehingga vegetasi hutan menjadi rusak. Hal ini diperkuat dengan surat dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Nomor 525/BP2T/1295.2/2011 tanggal 25 November 2011 perihal Pemberhentian Kegiatan Sementara, pada diktum 1.a. yang berbunyi “…karena areal tersebut termasuk dalam Hutan Rawa Gambut Tripa, juga termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser”.
Terakhir, pengacara Walhi Aceh dengan mempertimbangkan replik tersebut meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi Tergugat II Intervensi dan mengabulkan seluruh gugatan penggugat serta menghukum Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini. (MP)