Senin, 23 Juli 2012


Isi Deklarasi Hari Anti Tambang

Banda Raya, Fokus - 29 May 2012 | 0 Komentar
Aceh berdaulat tanpa tambang, Pulihkan Hak Rakyat, Lawan Pembodohan Penindasan
Tanah air kita terus digali, dikuras habis dan dijual murah. Rakyat selalu saja menjadi obyek pembodohan dan dikorbankan. Konflik warga dengan perusahaan menjadi daftar panjang rakyat dikorbankan demi industri pertambangan. Kejadian kekerasan, pemiskinan hingga kriminalisasi akan terus berulang, karena pemerintah justru tak berhenti mengeluarkan izin dan tetap mengutamakan industri pertambangan sebagai primadona pembangunan. Nyata-nyata telah terbukti industri tambang hanyalah menguntungkan segelintir orang dan sebagai kasir politisi yang tunduk oleh kekuatan modal.
Pengerukan bahan tambang yang rakus air, lahan dan energi selalu melibatkan kekuasaan, telah nyata menjadi mesin penghancur yang serakah. Kebijakan pertambangan yang makin longgar membuat Aceh menjadi kawasan target pengerukan bahan tambang di Asia Tenggara. Naiknya permintaan materi dan energi dari India, China, Jepang, Korea, Australia dan Eropa  telah memperparah ruang penghidupan warga. Pemerintah justru mendukung upaya tersebut melalui Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3EI).
Keuangan negara juga dirugikan, daftar panjang kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) mengiringi catatan di atas. Sektor pertambangan menjadi sapi perah partai-partai politik untuk mendanai kegiatan politik mulai Bupati, Gubernur hingga pemilihan Presiden. Penerimaan negara justru mengalir ke tangan oknum partai politik dan korporasi dengan menjadikannya sebagai mesin ATM. Perusahaan tambang juga selalu menggunakan pendekatan represif dengan bantuan TNI/POLRI dan cenderung menggunakan strategy “adu domba” antar sesama masyarakat sekitar tambang.
Tak hanya hutan, sungai kita pun sedang sakit. Jumlah daerah aliran sungai (DAS) yang rusak parah semakin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Celakanya sungai justru dibiarkan jadi lokasi  pembuangan limbah tambang.
Kawasan pesisir dan laut juga tidak luput dari eksploitasi dan pembuangan limbah, mulai dari penambangan pasir besi dan perusakan pantai di Lampanah Aceh Besar. Demikian juga hutan kita, setidaknya ada 731.380.63 hektar kawasan hutan terancam pertambangan, tak luput keanekaragaman hayati di dalamnya.
Lubang-lubang tambang juga dibiarkan menganga. Di Aceh Besar sudah ada kolam tambang yang sangat besar dan sangat mengerikan dengan warna air kebiruan. Dan juga ada yang meninggal ditabrak oleh mobil PT Lhoong Setia Mining (LSM) pada bulan April lalu. Sedangkan di Aceh selatan sampai ada yang berdarah-darah akibat bentrok warga dengan karyawan PT Pinang Sejati Utama (PSU) hingga terjadi pembakaran mobil.
Ironisnya, Pemerintah daerah seperti gelap mata dan tak punya telinga, justru semakin membabi buta mengeluarkan izin pertambangan. Selain Kontrak Karya, hanya 7 perusahaan yang dinyatakan kategori clean dan clear secara administratif oleh Dirjen Mineral batu bara dan panas bumi serta memiliki pinjam pakai kawasan. data Distamben Aceh 2011 menunjukan sudah ada 120 perusahaan yang sudah mengantongi izin pertambangan diseluruh Aceh.
Celakanya justru angka ekspor barang tak terbarukan ini meningkat pesat, Artinya tanah, air dan udara kita dirusak, dicemari untuk memenuhi kebutuhan negara-negara yang rakus mineral dan energi. Sungguh menghina akal sehat jika permasalah di atas hanya ditanggapi dengan program Corporate Social Responsibility (CSR). Pembodohan ini disempurnakan dengan menyebut pertambangan sebagai bagian pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau.
Mencermati fakta-fakta di atas, kami, warga negara – perempuan dan laki-laki yang  bergantung pada sumber-sumber kehidupan menyampaikan:
1)    Kami meyakini dengan moratorium tambang di Aceh akan menjamin keselamatan dan kemakmuran serta ke’;amanan rakyat.
2)    Kami meyakini indutri pertambangan akan membawa Aceh dalam kemiskinan dan kehancuran serta generasi suram.
3)    Kami meyakini keserakahan kapitalis ekstraktif yang tidak terbatas itu harus dihentikan karena pada kenyataannya kita hidup di dunia yang serba terbatas.
4)    Kami menyakini upaya penyelamatan kehidupan dari penghancuran industri tambang tak hanya bertujuan menegakkan keadilan tetapi juga menjaga ciptaan Allah Yang Maha Kuasa.
 
Atas kesaksian dan keyakinan itu, kami menyerukan penghentian seluruh operasi tambang di Aceh dan kami mengajak berbagai elemen di Aceh yang peduli dan prihatin dengan kesadarannya melakukan aksi peringatan hari anti tambang 29 Mei 2012.“Pulihkan Hak Rakyat, Lawan Pembodohan dan Penindasan di Aceh”.
 
Koalisi Advokasi Tambang (KATAM) Aceh;  
JKMA Aceh, Walhi Aceh, Kontras Aceh, LBH Aceh, Gerak Aceh, YRBI, Koalisi NGO HAM, PeNA, Jaring Kuala, Unoe Itam, Transparansi Indonesia, Solidaritas Perempuan, Permata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar