MedanBisnis – Banda Aceh. Memperingati Hari Anti Tambang se Dunia, puluhan pemerhati serta aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Tambang (Katam) Aceh, Selasa (29/5) pagi melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Mereka menyerukan penghentian seluruh operasi tambang di Propinsi Aceh.
Berbagai LSM lingkungan yang tergabung dalam Katam seperti JKMA Aceh, Walhi Aceh, Kontras Aceh, LBH Aceh, Gerak Aceh, YRBI, Koalisi NGO HAM, PeNA, Jaring Kuala, Unoe Itam, Transparansi Indonesia, Solidaritas Perempuan dan Permata, melakukan aksi mulai pukul 09.30 WIB sampai 11.00 WIB, dijaga ketat aparat kepolisian dari Polresta Banda Aceh.
Para pengunjuk rasa membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan kritik terhadap pemerintah yang telah memberikan izin pertambangan bagi para pengusaha dan pemodal, tanpa memikirkan bencana yang akan terjadi akibat tambang tersebut.
Koordinator Aksi, TM Zulfikar, mengatakan aksi kali ini dilakukan untuk memperingati Hari Anti Tambang se Dunia pada 29 Mai. Aksi untuk menyerukan penghentian seluruh operasi tambang tidak hanya di Aceh, tetapi juga di seluruh dunia.
“Kami meyakini indutri pertambangan akan membawa Aceh dalam kemiskinan dan kehancuran, serta generasi suram. Sebab sampai saat ini tidak satupun pertambangan di Aceh yang bisa menyejahterakan masyarakat,” kata Zulfikar pada orasinya.
Menurut Zulfikar, keserakahan kapitalis ekstraktif yang tidak terbatas itu harus segera dihentikan, karena pada kenyataannya kita hidup di dunia yang serba terbatas.
Untuk itu, di Aceh harus segera dibentuk moratorium tambang. Dengan moratorium tambang tersebut akan menjamin keselamatan dan kemakmuran serta keamanan rakyat.
“Kami mengajak berbagai elemen di Aceh yang peduli dan prihatin dengan kesadarannya melakukan aksi peringatan Hari Anti Tambang 29 Mei.Pulihkan hak rakyat, lawan pembodohan dan penindasan di Aceh,” serunya.
120 Perusahaan
Para pengunjuk rasa membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan kritik terhadap pemerintah yang telah memberikan izin pertambangan bagi para pengusaha dan pemodal, tanpa memikirkan bencana yang akan terjadi akibat tambang tersebut.
Koordinator Aksi, TM Zulfikar, mengatakan aksi kali ini dilakukan untuk memperingati Hari Anti Tambang se Dunia pada 29 Mai. Aksi untuk menyerukan penghentian seluruh operasi tambang tidak hanya di Aceh, tetapi juga di seluruh dunia.
“Kami meyakini indutri pertambangan akan membawa Aceh dalam kemiskinan dan kehancuran, serta generasi suram. Sebab sampai saat ini tidak satupun pertambangan di Aceh yang bisa menyejahterakan masyarakat,” kata Zulfikar pada orasinya.
Menurut Zulfikar, keserakahan kapitalis ekstraktif yang tidak terbatas itu harus segera dihentikan, karena pada kenyataannya kita hidup di dunia yang serba terbatas.
Untuk itu, di Aceh harus segera dibentuk moratorium tambang. Dengan moratorium tambang tersebut akan menjamin keselamatan dan kemakmuran serta keamanan rakyat.
“Kami mengajak berbagai elemen di Aceh yang peduli dan prihatin dengan kesadarannya melakukan aksi peringatan Hari Anti Tambang 29 Mei.Pulihkan hak rakyat, lawan pembodohan dan penindasan di Aceh,” serunya.
120 Perusahaan
Sementara Rusliadi menambahkan, saat ini ada 731.380,63 hektar kawasan hutan terancam oleha aktivitas pertambangan, selain itu ikut juga terancam keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Bahkan kawasan pesisir dan laut juga tak luput dari ekploitasi dan pembuangan limbah, mulai dari penambangan pasir besi sampai pengrusakan pantai di Lampanah, Aceh Besar.
Akibat kebijakan tambang yang semakin longgar dan gampang, membuat Aceh menjadi kawasan target pengerukan bahan tambang di Asia Tenggara. Konon lagi dengan naiknya permintaan materi dan energi dari India, China, Jepang, Korea, Australia dan Eropa, telah memperparah pengerukan ruang penghidupan warga.
“Ironisnya, pemerintah justru mendukung upaya tersebut melalui Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia,” kata aktivis lingkungan tersebut.
Bahkan menurut aktivis, data Dinas Pertambangan Aceh tahun 2011 menyebutkan sudah 120 perusahaan yang mengantongi izin pertambangan di seluruh Aceh. Selain kontrak karya, hanya tujuh perusahaan yang dinyatakan dalam katagori clean and clear secara administratif oleh Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi serta memiliki pinjam pakai kawasan.
Fakta-fakta tersebut mendorong Katam Aceh menuntut moratorium tambang diberlakukan di daerah ini. (dedi/anwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar