Senin, 23 Juli 2012


Pemerintah Gunakan 3 Jalur Hentikan Izin Rawa Tripa

Senin, 21 Mei 2012 | 22:31
Mas Achmad Santosa.
Mas Achmad Santosa. (sumber: ANTARA)
Pemerintah sudah melakukan penuntutan hukum, baik secara perdata maupun pidana, atas dugaan pelanggaran pemberian izin lahan gambut di Rawa Tripa, Aceh.
 
"Untuk kasus Tripa, kita gunakan triple track, yaitu penuntutan pidana  yang sudah dalam tahap penyidikan dengan menggunakan UU 32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terkait pembakaran, UU Perkebunan karena melakukan aktivitas tanpa izin. Ketiga,  PPNS kehutanan dengan menggunakan UU 5 tahun 1990 tentang konservasi dan  kaitannya dengan habitat orangutan," ujar Kepala Working Group Penegakan Hukum Satgas REDD+ Mas Achmad Santosa di Jakarta, Senin (21/5).

Track kedua, lanjut pria yang juga menjabat direktur penegakan hukum di UKP4, gugatan perdata yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup terkait rehabilitasi hutan.
 
"Ada kerugian ekosistem disebut kompensasi publik akan dikejar oleh KLH  berdasarkan UU 32 tahun 2009 yang punya standing rights. Track ketiga, kita lakukan hukum administratif karena memang ditemukan pelanggaran, si penerbit izin diminta untuk cabut izin. Ini ultimate remedy untuk lakukan revokasi izin," kata Mas Achmad.
 
Kasus Rawa Tripa mencuat dari laporan LSM, November 2011 lalu, saat mereka menduga pemerintah Aceh dengan sengaja mengeluarkan izin eksplorasi 1.605 hektare lahan gambut di Rawa Tripa, yang merupakan bagian dari ekosistem Taman Nasional Leuser. 

Dari peta moratorium Kementerian Kehutanan terlihat mereka memberikan izin kepada PT Kalista Alam.
 
Berdasarkan temuan lapangan Satgas REDD+, areal yang belum mendapatkan  izin sudah dibuka dengaan dibakar dan ditanami oleh kelapa sawit.
 
Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Satgas REDD+, mengatakan Rawa Tripa sudah dimasukkan kembali ke dalam peta moratorium, yang artinya tidak bisa dikeluarkan izin.
 
"Yang utamanya, aktivitas harus dihentikan dulu. Status (Rawa Tripa) itu  sudah ditetapkan bukan status yang bisa dikonversi. Untuk penegakan hukum atau rehabilitasi, itu langkah kemudian. Untuk sekarang, izin  dicabut dulu," tukas Kuntoro yang menambahkan tidak ada land swap untuk  PT Kalista Alam.
Penulis: Fidelis E Satriastanti/ Kristantyo Wisnubroto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar