Cegah Lingkungan Rusak, Warga Lampanah Tolak Tambang Pasir Besi
Banda Aceh — Masyarakat Kemukiman Lampanah Leungah Kecamatan Seulimuem, Kabupaten Aceh Besar menolak rencana eksplorasi dan eksploitasi penambangan pasir besi. Hal tersebut dikatakan oleh Panglima Laot Lampanah Leungah, Darkasyi.
Kepada The Globe Journal, Selasa (06/12) ia mengatakan dari 4.000 lahan yang akan dikuasai oleh PT. Bina Meukuta Alam untuk pasir besi itu, 15 hektar tanah masyarakat sudah dibebaskan. “Pembebasan tanah itu langsung dengan masyarakat Rp6.000 permeter,” tukas Darkasyi.
Menurutnya warga menolak tambang itu karena khawatir akan terjadinya abrasi pantai akibat pengerukan, apalagi jarak pantai dengan lokasi tambang hanya 100 — 200 meter. Dampak negatif lain yaitu hilangnya mata pencaharian nelayan karena ekosistem terumbu karang akan punah dan ikan-ikan juga akan berkurang.
Ia mengakui potensi konflik sosial akan terjadi jika perusahaan tersebut tidak mengindahkan kemauan masyarakat setempat, apalagi pekerjanya juga bukan diambil dari masyarakat lokal. “Intinya kami dari seluruh masyarakat mukim Lampanah Leungah menolak kegiatan tambang pasar besi itu,” tegas Darkasyi.
Ia juga mengaku warganya sudah melayangkan surat penolakan itu kepada pemerintah melalui Komisi Penilaian Amdal. Surat bernomor : istimewa/XI/2011 itu menyikapi pengumuman yang dikeluarkan Komisi Penilaian Amdal Aceh Nomor : 13/XI/AMDAL/2011 tanggal 15 November 2011, tentang rencana studi Amdal penambangan pasir besi di Desa Lampanah, Kecamatan Seulimuem Aceh Besar oleh PT. Bina Meukuta Alam.
Dalam surat itu, secara terang masyarakat Mukim Lampanah menyatakan "Menolak, Tidak Mendukung, Tidak Menyetujui dan Tidak Mengizinkan pengambilan pasir besi di sepanjang garis pantai dan laut yang berlokasi di Kemukiman Lampanah-Leungah, Kecamatan Seulimuem, Kabuapten, Aceh Besar".
Surat masyarakat itu ditanda-tangani oleh pimpinan dan tokoh adat mewakili masyarakat Lampanah, yaitu, Imum Mukim Lampanah, Idham Ahmadi, Keuchik Lampanah, Muslim BA, Keuchik Beurunut, Junaidi, Keuchik Ujong Keupula, Zubir Idris, Keuchik Leungah, Samsuar, Keuchik Ujong Mesjid, Khairul Amri, Panglima Laot Lampanah, Pawang Zarkasyi, dan Panglima Laot Leungah, Pawang Sanusi.
Surat penolakan masyarakat ini dibuat dalam pertemuan masyarakat Gampong Leungah, pada tanggal 25 November 2011, yang dihadiri oleh sekitar 127 warga dan pemuka masyarakat Gampong Leungah.
Kemudian pertemuan masyarakat Mukim Lampanah, pada tanggal 2 Desember 2011, yang dihadiri sekitar 63 perwakilan masyarakat dari 5 gampong di Mukim Lampanah, yaitu Gampong Lampanah, Leungah, Ujong Mesjid, Beureunut dan Ujong Keupula.
Surat atas nama masyarakat Mukim Lampanah ini ditujukan kepada Komisi Penilai AMDAL Aceh, Jl. Tgk. Tgk. Malem No. 2 Banda Aceh, dan ditembuskan kepada 22 lembaga, baik pemerintah pusat/daerah, akademisi maupun LSM.
Dari unsur pemerintah pusat adalah Kementrian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Kementerian KKP, Ketua DPR RI, Ketua DPD.
Unsur Pemerintah Daerah yaitu, Gubernur Aceh, Ketua DPRA, Ketua MMA Provinsi Aceh, Distamben Aceh, DKP Aceh, Bupati Aceh Besar, Ketua DPRK Aceh Besar dan Distamben Aceh Besar.
Tembusan kepada LSM dan Akademisi yaitu, Ketua Prodi Kelautan dan Perikanan Unsyiah, Panglima Laot Aceh, DPD HNSI Provinsi Aceh, Jaringan KuALA, Walhi Aceh, WWF-Indonesia Program Aceh, JKMA-Aceh dan JATAM Aceh.[003]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar