Aceh Bisnis Kamis, 24 Nov 2011 06:55 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai Pemerintah Propinsi Aceh sampai saat ini belum mampu mencari solusi mengatasi kerusakan hutan yang semakin mengkhawatirkan.
“Diperkirakan kerusakan hutan di Aceh per tahun bisa mencapai 20.000 hingga 32.000 hektare lebih. Kalau kerusakan totalnya sudah mencapai di atas 900.000,” kata Direktur Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar, di Banda Aceh, Selasa (22/11).Kerusakan hutan sebesar itu disebabkan hutan telah diperuntukkan untuk kepentingan komersial, seperti perkebunan sawit, dan pertambangan. Selain itu juga diperparah dengan adanya aktivitas pencurian kayu (illegal logging) yang marak dilakukan dalam beberapa tahun ini.
Zulfikar juga mengungkapkan, kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan, misalnya pemerintah berkeinginan sekali membuka jalan di kawasan hutan lindung.
“Kita tahu fungsi hutan lindung bukan hanya untuk sumber air, tetapi juga untuk ekosistemnya supaya lebih seimbang,” imbuhnya.
Kemudian pemerintah juga sering memberikan izin-izin untuk perubahan fungsi lahan, hutan diberikan izin diganti dengan kebun sawit. Kebijakan ini juga mendorong kerusakan lingkungan hutan yang cukup tinggi.
“Kita ketahui Aceh Green mempuyai mimpi untuk menciptakan Aceh lestari rakyat sejatera, berarti kalau bicara hutan lestari hutan yang rusak dikembalikan atau direhabilitasi supaya baik. Tetapi kenyataan di lapangan, rehabilitasi tidak berjalan sesuai, malah kerusakan hutan semakin bertambah, berarti minpi itu tidak tercapai,” paparnya. (n dedi irawan)
Aceh Bisnis Kamis, 24 Nov 2011 06:55 WIB
MedanBisnis – Banda Aceh. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai Pemerintah Propinsi Aceh sampai saat ini belum mampu mencari solusi mengatasi kerusakan hutan yang semakin mengkhawatirkan.
“Diperkirakan kerusakan hutan di Aceh per tahun bisa mencapai 20.000 hingga 32.000 hektare lebih. Kalau kerusakan totalnya sudah mencapai di atas 900.000,” kata Direktur Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar, di Banda Aceh, Selasa (22/11).Kerusakan hutan sebesar itu disebabkan hutan telah diperuntukkan untuk kepentingan komersial, seperti perkebunan sawit, dan pertambangan. Selain itu juga diperparah dengan adanya aktivitas pencurian kayu (illegal logging) yang marak dilakukan dalam beberapa tahun ini.
Zulfikar juga mengungkapkan, kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan, misalnya pemerintah berkeinginan sekali membuka jalan di kawasan hutan lindung.
“Kita tahu fungsi hutan lindung bukan hanya untuk sumber air, tetapi juga untuk ekosistemnya supaya lebih seimbang,” imbuhnya.
Kemudian pemerintah juga sering memberikan izin-izin untuk perubahan fungsi lahan, hutan diberikan izin diganti dengan kebun sawit. Kebijakan ini juga mendorong kerusakan lingkungan hutan yang cukup tinggi.
“Kita ketahui Aceh Green mempuyai mimpi untuk menciptakan Aceh lestari rakyat sejatera, berarti kalau bicara hutan lestari hutan yang rusak dikembalikan atau direhabilitasi supaya baik. Tetapi kenyataan di lapangan, rehabilitasi tidak berjalan sesuai, malah kerusakan hutan semakin bertambah, berarti minpi itu tidak tercapai,” paparnya. (n dedi irawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar