Greenomics: perkebunan sawit lolos di lahan gambut
JAKARTA: Greenomics Indonesia mengungkapkan revisi pertama atas peta indikatif moratorium pemberian izin baru pada hutan alam dan lahan gambut, telah meloloskan izin perkebunan sawit di areal lahan gambut di Aceh yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
Peta indikatif moratorium izin baru itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 7416/Menhut-VII/IPSDH/2011 tertanggal 22 November 2011.
Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, mengatakan revisi peta indikatif itu telah meloloskan izin perkebunan sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di areal lahan gambut yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
"Satu blok lahan gambut, termasuk di dalamnya areal izin perkebunan sawit PT Kalista Alam seluas 1.065 hektare di Kabupaten Nagan Raya, izin diberikan oleh Irwandi, telah dihilangkan sebagai areal moratorium pada peta indikatif hasil revisi pertama tersebut," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Bisnis, hari ini.
Elfian menjelaskan peta indikatif moratorium pada Lembar 0519 tersebut, telah menghilangkan warna merah pada blok areal izin sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh tersebut.
"Bahkan, luas areal lahan gambut yang dihilangkan warna merahnya itu melebihi luas areal izin sawit yang diterbitkan oleh Irwandi itu," ujar Elfian.
Greenomics meminta Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto untuk memberikan penjelasan ke publik soal revisi peta tersebut dalam kapasitasnya menjalankan fungsi pemantauan pelaksanaan moratorium.
Menurutnya, pada 8 Desember 2011, Kuntoro mengatakan lewat Kantor Berita Reuters bahwa membuka lahan gambut Kuala Tripa, lokasi areal izin sawit yang diterbitkan oleh Irwandi itu, merupakan suatu kesalahan berat.
Kuntoro juga mendesak agar Pemerintah Provinsi Aceh meninjau ulang izin tersebut dan mencari lahan alternatif untuk pembangunan sawit.
Menurutnya, pernyataan Kuntoro tersebut ternyata bertolak belakang dengan revisi pertama peta indikatif moratorium, yang justru menghilangkan areal izin konsesi sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh tersebut dari blok lahan gambut yang pada peta indikatif moratorium sebelumnya (17 Juni 2011) telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
"Bahkan, Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto telah menyatakan bahwa izin sawit yang diterbitkan Gubernur Aceh itu melanggar peta moratorium. Tapi, mengapa justru Menhut menghilangkan areal izin sawit tersebut sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium? Fakta ini sangat memalukan. Pelaksanaan moratorium tak bersinergi dan koordinasinya sangat buruk," jelasnya.
Elfian menambahkan Duta Besar Norwegia Eivind Homme juga mengatakan lewat Kantor Berita Reuters pada 8 Desember 2011 bahwa pihaknya kaget mendengar berita soal pelanggaran moratorium oleh Gubernur Aceh terkait dengan penerbitan izin sawit tersebut dan meminta pemerintah pusat untuk melakukan investigasi.
"Dengan telah dihilangkannya areal izin sawit itu sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium, maka justru pemerintah pusat harus melakukan investigasi terhadap dirinya sendiri, mengapa terjadi penghilangan itu."(api)
Peta indikatif moratorium izin baru itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 7416/Menhut-VII/IPSDH/2011 tertanggal 22 November 2011.
Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, mengatakan revisi peta indikatif itu telah meloloskan izin perkebunan sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di areal lahan gambut yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
"Satu blok lahan gambut, termasuk di dalamnya areal izin perkebunan sawit PT Kalista Alam seluas 1.065 hektare di Kabupaten Nagan Raya, izin diberikan oleh Irwandi, telah dihilangkan sebagai areal moratorium pada peta indikatif hasil revisi pertama tersebut," ujarnya melalui siaran pers yang diterima Bisnis, hari ini.
Elfian menjelaskan peta indikatif moratorium pada Lembar 0519 tersebut, telah menghilangkan warna merah pada blok areal izin sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh tersebut.
"Bahkan, luas areal lahan gambut yang dihilangkan warna merahnya itu melebihi luas areal izin sawit yang diterbitkan oleh Irwandi itu," ujar Elfian.
Greenomics meminta Ketua Satgas REDD+ Kuntoro Mangkusubroto untuk memberikan penjelasan ke publik soal revisi peta tersebut dalam kapasitasnya menjalankan fungsi pemantauan pelaksanaan moratorium.
Menurutnya, pada 8 Desember 2011, Kuntoro mengatakan lewat Kantor Berita Reuters bahwa membuka lahan gambut Kuala Tripa, lokasi areal izin sawit yang diterbitkan oleh Irwandi itu, merupakan suatu kesalahan berat.
Kuntoro juga mendesak agar Pemerintah Provinsi Aceh meninjau ulang izin tersebut dan mencari lahan alternatif untuk pembangunan sawit.
Menurutnya, pernyataan Kuntoro tersebut ternyata bertolak belakang dengan revisi pertama peta indikatif moratorium, yang justru menghilangkan areal izin konsesi sawit yang diterbitkan oleh Gubernur Aceh tersebut dari blok lahan gambut yang pada peta indikatif moratorium sebelumnya (17 Juni 2011) telah ditetapkan sebagai areal moratorium.
"Bahkan, Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto telah menyatakan bahwa izin sawit yang diterbitkan Gubernur Aceh itu melanggar peta moratorium. Tapi, mengapa justru Menhut menghilangkan areal izin sawit tersebut sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium? Fakta ini sangat memalukan. Pelaksanaan moratorium tak bersinergi dan koordinasinya sangat buruk," jelasnya.
Elfian menambahkan Duta Besar Norwegia Eivind Homme juga mengatakan lewat Kantor Berita Reuters pada 8 Desember 2011 bahwa pihaknya kaget mendengar berita soal pelanggaran moratorium oleh Gubernur Aceh terkait dengan penerbitan izin sawit tersebut dan meminta pemerintah pusat untuk melakukan investigasi.
"Dengan telah dihilangkannya areal izin sawit itu sebagai areal moratorium pada revisi peta indikatif moratorium, maka justru pemerintah pusat harus melakukan investigasi terhadap dirinya sendiri, mengapa terjadi penghilangan itu."(api)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar