Walhi Aceh Apresiasi DPRA
Banda Aceh - Setelah menyimak dan mengikuti Pendapat Akhir berbagai Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), terhadap Laporan Gubernur Aceh Tentang Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2010 Senin (19/12), Walhi Aceh memberikan apresiasi kepada DPRA.
Direktur Walhi Aceh, TM. Zulfikar kepada The Globe Journal, Senin (19/12) mengatakan Walhi memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada fraksi-fraksi DPRA yang secara tegas merespon berbagai kasus-kasus lingkungan hidup yang seharusnya menjadi perhatian bersama karena menyangkut kehidupan masyarakat banyak dan telah mengancam sumber-sumber kehidupan rakyat Aceh.
Walhi Aceh sangat sependapat dengan pendapat Fraksi Partai Aceh sebagaimana yang dibacakan oleh Ir. Jufri Hasanuddin, MM, selaku Juru bicara partai Aceh yang mengatakan bahwa sangat menyesali kebijakan Pemerintah Aceh di satu sisi melakukan moratorium logging dan program Aceh Green yang tujuannya dalam rangka menyelamatkan sumberdaya alam Aceh untuk kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain justru Gubernur Aceh melakukan kegiatan-kegiatan yang kontradiktif seperti menerbitkan izin pembukaan lahan perkebunan sawit kepada PT Kalista Alam di hutan lindung gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya.
Pemberian izin usaha perkebunan budi daya tersebut jelas-jelas telah melanggar Undang-Undang yang berlaku di NKRI, yakni UU Pemerintah Aceh pasal 148, 149 dan 150, serta Inpres No. 10 tahun 2011.
Hal ini jelas-jelas telah lari dari komitmen Pemerintah Aceh yang bercita-cita ingin mewujudkan Aceh Green dalam rangka mewujudkan lingkungan alam yang asri dan hijau, sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H. Anwar Idris, Juru Bicara Fraksi PPP-PKS.
“Dari pendapat kedua Fraksi tersebut selayaknya Gubernur Aceh untuk segera mencabut izin usaha perkebunan budidaya kepada PT Kalista Alam, tanpa harus menunggu lebih lanjut hasil keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, yang saat ini sedang dalam proses, dan sudah menjalani masa sidang yang kedua,” pungkas Zulfikar.
Selain itu juga kepada pihak kepolisian untuk sesegera mungkin mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam proses pemberian izin kepada PT Kalista Alam, apalagi kenyataannya laporan pengaduan dari masyarakat juga sudah pernah disampaikan ke Mabes Polri.
Selain menyorot secara tajam kondisi hutan gambut Rawa Tripa, Fraksi Partai Aceh dan Fraksi PPP-PKS juga memberikan tanggapan terkait pemberian izin berbagai izin Kuasa Pertambangan.
Menurut Walhi Aceh, apa yang disampaikan oleh Fraksi PPP-PKS sejalan dengan realita lapangan, bahwa benar aktifitas penambangan berbagai mineral yang terkandung dalam sumberdaya alam Aceh selama ini dilakukan tanpa adanya pengendalian dan pengawasan yang memadai dari Pemerintah. Padahal setiap kegiatan mulai dari eksplorasi dan eksploitasi tambang diwajibkan melalui proses berdasarkan tahapan-tahapan dan studi Amdal.
Walhi Aceh seprinsip seperti apa yang ditegaskan oleh Juru Bicara Fraksi PPP-PKS, bahwa saat ini sudah ada sekitar 120 jenis izin tambang, yang justru akan menambah dan memperparah terjadinya berbagai kerusakan lingkungan di Aceh.
Secara nyata Fraksi Partai Aceh juga memberikan gambaran bahwa pemberian izin kuasa pertambangan kepada pemilik modal atau pihak swasta yang mengancam sejumlah kawasan hutan lindung akibat eksploitasi hasil pertambangan seperti yang dilakukan oleh PT. Lhoong Setia Mining di Kecamatan Lhoong dan PT. Pinang Sejati Utama di Manggamat, Aceh Selatan jelas sekali sudah menyebabkan kondisi hutan disekelilingnya sudah rusak dan bahkan rentan terjadinya konflik sosial di kalangan masyarakat.
Pemerintah Aceh segera mengevaluasi kembali seluruh izin kuasa pertambangan yang ada serta membatalkan izin kuasa pertambangan tersebut sampai disahkannya qanun tentang pengelolaan pertambangan umum.[003]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar