Selasa, 14 Juni 2011

Bupati Aceh Besar Takut Pada Pengusaha Galian C

Bupati Aceh Besar Takut Pada Pengusaha Galian C
 Banda Raya - 14 June 2011 | 1 Komentar

Banda Aceh | Harian Aceh – Keresahan masyarakat sekitar lokasi penambangan galian C di Peukan Biluy, Darul Kamal, Aceh Besar, kian memuncak. Pasalnya, pengerukan yang menyebabkan hancurnya perbukitan dan tanah longsor mengancam pertanian dan situs sejarah. Bupati Aceh Besar Bukhari Daud hanya mengeluarkan surat penertiban saja.
“Sikap Bukhari itu bentuk ketidak tegasan pimpinan daerah. Bahkan dapat dikatakan bupati takut pada pengusaha galian C,” kata Direkur Eksekuitf Walhi TM Zulfikar, Senin (13/6).
Masyarakat tujuh gampong, yaitu Biluy, Lamsod, Turam, Lambaro, Empetring dan Mane Deyah, kata Zulfikar, telah mengadakan musyawarah terus menerus sejak Januari 2011. Hasil musyawarah ini terus berkembang, mulai dari permintaan agar usaha galian C di daerah mereka ditertibkan hingga pada akhirnya masyarakat menuntut usaha tersebut ditutup total.
“Anehnya surat Bupati Aceh Besar nomor: 540/1097, tertanggal 22 Februari 2011, perihal Penambangan Bahan Galian Golongan C di Glee Biluy malah dengan tegas menyatakan pengusaha Galian C yang bernama Armia dibenarkan terus menambang Galian C. Ini artinya sama saja memberi peluang merusak lingkungan kepada pengusaha,” katanya.
Alih-alih melindungi kepentingan penduduk dan melindungi lingkungan, katanya, Bupati Aceh Besar malah menegaskan pengusaha yang telah berizin dipersilahkan mengeruk tanah perbukitan. Bukannya meninjau kembali izin yang diberikan.
Walhi Aceh, katanya, pernah melaksanakan investigasi di wilayah Biluy pada akhir 2010 dan mendapati fakta kerusakan besar telah terjadi. Perbukitan di daerah tersebut nyaris rata dengan tanah. Hutan gundul. Belum lagi pengangkutan material galian C menyebabkan jalan kampung berlubang-lubang, debu dan lumpur apabila musim hujan datang. Masyarakat desa sekitar menjadi sangat resah apalagi penyakit yang diakibatkan terhisapnya debu makin banyak bermunculan.
Jika persoalan itu dibiarkan berlarut-larut dikhawatirkan akan menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat. Mengingat sebagian orang yang terlibat dalam usaha ini adalah penduduk lokal. Namun hasil penelusuran Walhi Aceh menemukan bahwa sebagian besar peralatan backhoe atau alat berat lain dimiliki pengusaha keturunan.
Semenjak penggalian bahan galian C marak, penduduk setempat terganggu aksesnya menuju kebun coklat milik mereka, bahkan hewan ternak pun pernah terjatuh dari tebing penggalian.
“Sangat menyedihkan lagi bila terjadi hujan, air menggenangi sawah masyarakat di Blang Rambu dan Mane Dayah, akibat saluran di pinggir jalan sudah rata dengan badan jalan karena dilindas truk pengangkut tanah tersebut,” katanya.(dad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar