Rabu, 22 Juni 2011

RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Berpotensi Ambil Paksa Tanah Masyarakat

RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Berpotensi Ambil Paksa Tanah Masyarakat

Banda Aceh, RIMANEWS - Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (RUU PTuP) yang disiapkan oleh pemerintah dinilai oleh kalangan masyarakat sipil mengancam kehidupan masyarakat. Hal ini tampak dari tidak jelasnya pengertian “Kepentingan Umum” yang termaktub dalam RUU tersebut sehingga dikhawatirkan akan mempertajam konflik agrarian terutama pada masyarakat adat.
Demikian masukan yang disampaikan oleh WALHI Aceh bersama dengan kelompok masyarakat sipil lainnya dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum mengenai RUU PTuP bersama anggota DPR RI di Hotel Hermes Palace (23/3) Banda Aceh. Adapun dari DPR RI hadir M. Nasir Djamil (FPKS), Nurul Arifin (FPG), Honning Sanny (FPDIP),  Irvansyah (FPDIP), H.TB. Soemandjaya (FPKS), A. Taufan Tiro (FPAN) dan AW Thalib (FPPP).
“Subtansi dari draf RUU tersebut tidak melindungi hak-hak masyarakat atas tanah,”ujar Direktur Eksekutif WALHI Aceh T.M.Zulfikar yang mendapat kesempatan pertama berbicara.
Berdasarkan kajian WALHI Aceh bersama komponen lain terhadap RUU tersebut ada beberapa pasal bisa memicu lain konflik agraria. Antara lain melalui penerapan pasal 6 dan pasal 9 dari RUU ini. Pasal 6 yang menyatakan bahwa “Pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum”.
Kemudian pada Pasal 9 RUU juga menyatakan bahwa: “Pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum tunduk dan terikat pada ketentuan dalam undang undang ini”.
“Pasal 6 dan pasal 9  ini sungguh sangat jauh ketinggalan dari isi Deklarasi PBB tentang Hak-hak masyarakat adat yang disetujui oleh pemerintah Indonesia pada bulan September 2007.  Pengadaan Tanah untuk Pembangunan dalam suatu negara sejatinya memang perlu diatur. Dasar pengaturannya tentu bukan sekedar untuk menjamin kepastian hukum di dalamnya, tetapi pengaturan tersebut agar dapat menjadi instrumen dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia,”jelas TM. Zulfikar.
Sementara itu perwakilan dari masyarakat adat Aceh, Tgk Nasruddin menyampaikan bahwa tanah merupakan persoalan yang krusial. “Semua orng berebut soal tanah, RUU ini sangat kejam, karena sedikitpun tidak ada menyentuh rakyat banyak. Menurut saya RUU ini dirancang mengarah ke REDD karena di Aceh REDD tidak ditolak tetapi tidak begitu diterima. Saya sependapat RUU ini ditiadakan apalagi di Aceh yang sarat dengan adat. Kami mengharapakan masukan kami diperhatikan,”ujarnya penuh semangat.
Anggota DPR RI M. Nasir Djamil dalam kesempatan tersebut mengucapkan banyak terima kasih atas masukan yang disampaikan oleh berbagi pihak.

“Masukan ini sangat berharga bagi kami dan dicantumkan dalam daftar inventarisasi masalah pada rapat dengan pemerintah. Selama ini ada beberapa RUU yang deadlock seperti RUU desa dan Peradilan militer karena terjadi ketidakcocokan antara DPR RI dengan pemerintah,”ujarnya sebelum menutup acara.

WALHI Aceh bersama kelompok masyarakat sipil telah mengadakan kajian khusus terkait dengan RUU PTuP. Kajian ini telah melahirkan kesimpulan bahwa RUU ini tidak akan pernah berlaku efektif, apalagi berhasil untuk melakukan proses pembangunan yang demokratis dan berkeadilan. RUU ini hanya akan efektif dan terlaksana jika :
1) pengakuan formal terhadap hak-hak masyarakat telah diberikan dan dilaksanakan penuh;
2) jika rencana penataan ruang dibuat partisipatif, integratif dan dilaksanakan konsisten;
3) akses masyarakat thd informasi pada badan-badan publik terpenuhi;
4) akses masyarakat terhadap informasi pada badan-badan publik terpenuhi;
5) rencana penataan ruang dibuat partisipatif, integratif dan dilaksanakan konsisten;
6) akses masyarakat teradap informasi pada badan-badan publik terpenuhi;
7) Ada mekanisme keberatan yang dapat diakses publik dengan mudah thd hasil tim penilai; dan
8) ada peradilan yang bersih dan independen.

Kertas posisi ini juga turut diserahkan kepada tim DPR RI pada acara Rapat Dengar Pendapat tersebut.(ian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar