Senin, 20 Juni 2011

Hutan Aceh Berkurang 32.657 Hektare/Tahun

Thu, Apr 1st 2010, 12:08

Hutan Aceh Berkurang 32.657 Hektare/Tahun

BANDA ACEH - Dalam sepuluh tahun terakhir (1998-2008), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mencatat luas hutan di Aceh berkurang hingga 914.222 hektare. “Itu artinya setiap tahun hutan di daerah ini berkurang rata-rata sekitar 32.657 hektare,” ungkap Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar pada Lokakarya Gagasan Revitalisasi Forum Multipihak untuk Perlindungan Hutan Aceh di Aula Bappeda Aceh, Rabu (31/3).

Menurut pihak Walhi, dampak terus berkurangnya luas kawasan hutan di Aceh, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor meningkat. Pada 2007 peristiwa banjir dalam setahun baru sekitar 46 kejadian, tahun 2008 naik menjadi 100 kejadian, dan naik lagi menjadi 134 kejadian pada 2009. Selain banjir, peristiwa tanah longsor juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007 masih delapan kejadian namun pada 2008 naik drastis menjadi 37 kejadian, dan 2009 40 kejadian.

Menurut Zulfikar, bencana alam itu menjadi bukti bahwa pengurangan luas kawasan hutan setiap tahun telah berdampak luas dan sangat buruk bagi lingkungan hidup dan manusia. Sebenarnya, lanjut Zulfikar, Gubernur Aceh telah membuat program moratorium logging atau jeda (penghentian sementara) penebangan kayu bulat di hutan. Untuk menguatkan program itu, gubernur membuat program lagi yaitu Aceh Green.

Kedua program tersebut, diakui oleh pihak Walhi Aceh bertujuan sangat baik, tapi aksi di lapangannya belum berjalan maksimal. “Program yang dibuat baru pada tahap pemberitahuan kepada publik, belum sampai pada pemberian sanksi yang berat dan tegas bagi yang melakukan pelanggaran,” tandas Zulfikar dibenarkan Ketua Mukim Aceh Besar, Nasruddin yang merupakan salah seorang peserta lokakarya.

Nasruddin menjelaskan, di Aceh Besar, areal hutan sangat terbatas, tapi jumlah kilang kayu mencapai empat unit. Kalau dalam satu mukim terdapat empat kilang kayu, sementara persediaan stok bahan baku kayu bulatnya belum jelas dari mana diambil, otomatis atau bisa diduga akan ada kegiatan illegal logging untuk pemenuhan kebutuhan kayu pada empat kilang kayu tersebut.

Nasruddin menawarkan solusi, untuk menurunkan luas areal hutan yang dirusak, harus ada kemauan dan komitmen semua pihak mengimplementasikan aksi konkrit moratorium logging dan Aceh Green di lapangan. “Aksi di lapangan jangan setengah hati. Seperti yang terjadi sekarang, Polhut direkrut mencapai 2.000 orang, hutan lindung terus ditebang bahkan banyak yang telah beralih fungsi menjadi kebun,” kata Nasruddin.

Perlu qanun
Seorang peserta lokakarya lainnya, Yacob Ishadamy dari Aceh Green sependapat dengan saran Nasruddin. Menurutnya, sisa areal hutan Aceh sekitar 3,3 juta hektar lagi perlu diselamatkan.  Yacob mengatakan, selain perlu kemauan dan komitmen, perlu juga pembuatan data base tata ruang dan wilayah. Karena sampai kini Pemerintah Aceh belum membuat Qanun RTRW. “Menjadi kewajiban eksekutif dan legislatif membuat qanunnya, jika ada yang melanggar, harus diberikan sanksi yang berat dan tegas tanpa pilih kasih,” kata Yacob.

Utusan dari Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan sejumlah daerah lainnya yang daerah mereka masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), meminta Pemerintah Aceh merevisi kembali penetapan luas kawasan bebas hutan lindung (non-TNGL) sebelum Rancangan Qanun RTRW dan Rancangan Qanun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan RPJP disampaikan kepada DPRA untuk dibahas dan disahkan. Misalnya, Aceh Selatan dengan luas wilayah non-TNGL hanya sekitar 15 persen dari luas areal TNGL. Tuntutan yang sama juga disampaikan utusan dari Aceh Tenggara.

Lokakarya Gagasan Revitalisasi Forum Multipihak untuk Perlindungan Hutan Aceh dilaksanakan Bappeda Aceh. Kegiatan itu dibuka Asisten II Setda Aceh, Said Mustafa mewakili Gubernur Aceh. Peserta yang hadir dari berbagai pihak, termasuk SKPA, SKPD, anggota legislatif, LSM, NGO, dan sejumlah organisasi peduli lingkungan.(her)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar