Qanun Penanggulangan Bencana Harus Diprioritaskan
Kamis, 15 April 2010 08:34:07 WIB
BANDA ACEH - Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menyatakan, Rancangan Qanun Aceh atau Perda tentang penanggulangan bencana harus menjadi prioritas pembahasan antara eksekutif dan legislatif untuk diselesaikan pada tahun 2010.
Bencana tsunami Desember 2004 silam dan gempa bumi berkekuatan 7,2 SR pada 7 April lalu, menandakan Aceh masih menjadi wilayah rawan bencana alam gempa dan tsunami serta tidak menutup kemungkinan akan terjadi gempa-gempa susulan yang tidak diketahui waktunya.
Karenanya, perlu adanya suatu upaya dari pemerintah daerah setempat untuk mencegah dan memperkecil dampak dari bencana serta melindungi masyarakat dengan penyusunan mekanisne penanggulangan bencana yang akurat serta adanya satu kesatuan kerja perangkat Aceh yang profesional menangani masalh bencana.
"Aceh harus sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, salah satunya adalah kita mengharapkan agar Rancangan Qanun Penanggulangan Bencana menjadi prioritas tahun ini," ujar Irwandi Yusuf kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (14/4).
Gubernur juga menyebutkan, visi Aceh Green yang digagasnya juga merupakan salah satu upaya dalam rangka mengurangi risiko bencana akibat ulah manusia. Mengurangi resiko bencana alam dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui strategi investasi hijau untuk Aceh.
Selain itu, Irwandi menyatakan upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim menjadi penting dalam proses pembangunan kedepan, termasuk bagaimana tata kelola pemerintahan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan mitigasi bencana secara keseluruhan.
"Hingga saat ini, Pemerintah Aceh dan mitra baik lokal maupun internasional, telah melakukan beberapa upaya terkait dengan mitigasi bencana," katanya.
Saat ini sedang disusun struktur kelembagaan penanggulangan bencana Aceh, dan dalam proses baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota serta penyusunan prosedur standar operasi (SOP) kebencanaan.
"Kami juga sedang mengintegrasikan konsep mitigasi bencana dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RTJP) dan dokumen kebijakan turunannya," ujar Irwandi Yusuf.
Tidak Ramah Lingkungan
Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai pembangunan di provinsi itu tidak ramah lingkungan, sehingga daerah itu kini menjadi rawan bencana.
"Bencana alam banjir dan tanah longsor sering melanda daerah ini karena pembangunannya tidak ramah lingkungan," kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar.
Pembangunan yang dilaksanakan mengabaikan keberadaan pelestarian lingkungan seperti pembangunan jalan, dimana pemerintah rela membuka kawasan hutan yang mestinya dijaga.
Demikian juga pembukaan kawasan hutan untuk proyek perkebunan kerap mengabaikan fungsi kawasan, padahal kawasan hutan mampu menyeimbangkan lingkungan, sehingga bencana tidak terjadi.
"Bencana alam terjadi akibat kesalahan manusia, termasuk peran serta pemerintah yang membangun kawasan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip pembangunan berwawasan lingkungan," kata Zulfikar.
Seharusnya, Pemerintah Aceh menganut konsep ramah lingkungan untuk meminimalisir risiko bencana. Namun ini masih diabaikan, sehingga masyarakat mendapat imbasnya.
Masyarakat menjadi korban bencana manakala konsep pembangunan ramah lingkungan diabaikan, terutama di daerah-daerah berdekatan dengan kawasan hutan.
Kebijakan pembangunan Aceh selama ini dinilai belum pro rakyat. Rakyat hanya menjadi objek pembangunan, sementara kearifan lokal terabaikan hanya semata-mata memenuhi target.
"Pemerintah Aceh seharusnya melaksanakan pembangunan dengan mempertimbangkan resiko bencana. Ini sudah diamanatkan dalam aturan tata ruang nasional," jelasnya. (Analisa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar