Kamis, 30 Juni 2011

Walhi Sesalkan Penembakan Pengungsi Aceh


BANDA ACEH - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam operasi pengosongan areal yang diklaim masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) siang tadi. Operasi itu mengakibatkan dua warga tertembak peluru karet.
"Kami menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan dan pemerintah setempat. Harusnya dicarikan jalan yang lebih bijaksana untuk menyelesaikan persoalan itu," ujar Direktur Walhi Aceh TM Zulfikar kepada The Atjeh Post, Senin, 27 Juni 2011.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua warga Sei Minyak Tower, Kecamatan Besitang, Sumatera Utara, terluka akibat bentrok saat operasi penertiban di hutan Leuser dan evakuasi eks pengungsi Aceh, Senin 27 Juni 2011.

Menurut Kepala Polisi Sektor Besitang Ajun Komisaris Sugino, bentrok dipicu penolakan warga eks pengungsi Aceh dikeluarkan secara paksa dari areal Taman Nasional Gunung Leuser. "Saat 200 polisi akan masuk ke Sei Minyak Tower, ratusan warga melempari polisi dengan batu dan kayu. Polisi terpaksa melepaskan tembakan ke udara menghalau warga yang anarkis," kata Sugino melalui hubungan telepon kepada Tempo.

Menurut Zulfikar, jika memang para pengungsi itu bersalah dan dituduh sebagai perambah hutan, seharusnya sejak dulu pemerintah mencari tempat lain yang lebih layak untuk mereka. "Ini kan mereka sudah 10 tahun tinggal di sana, kenapa baru sekarang dipermasalahkan?," ujar Zulfikar.

Soal tudingan warga pengungsi konflik Aceh itu ikut merambah hutan, Zulfikar mengatakan hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, kata dia, sebelum pengungsi masuk ke sana, hutan di kawasan itu sudah terlebih dahulu rusak oleh perusahaan HPH yang beroperasi di sana. "Jadi, kalau dipindahkan harusnya sangat hari-hati. Jangan menganggap rendah nyawa masyarakat," gugat Zulfikar. Itu sebabnya, Walhi Aceh akan berkoordinasi dengan Walhi Sumatera Utara untuk membantu mencarikan solusi bagi warga di sana.

Rencana penggusuran warga pengungsi konflik itu sudah muncul beberapa waktu lalu.Namun, warga menolak dan meminta pemerintah membatalkan rencana itu.

"Sangat tidak mungkin mereka digusur, karena mereka sudah membangun kehidupan disana, mesjid, sekolah hingga tingkat MTsN sudah ada,” Ujar Saed Zainal, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembah Tari yang ikut mendampingi warga di sana, kepada The Atjeh Post beberapa waktu lalu.

Menurut Zainal, lahan seluas 47.000 Hektar yang diklaim masuk sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Lauser itu sebenarnya adalah lahan bekas Hak penguasaan Hutan (HPH) PT Mulia Jaya Karya. Sejak tahun 2000, 700 kepala keluarga transmigran korban konflik Aceh memamfaatkan lahan itu untuk tempat tinggal.  "Jadi kalo ada HPH kan bukan wilayah TNGL, sekarang mereka semua resah," ujarnya.

Di lokasi itu, kata Saed Zainal, juga banyak ditemukan bekas pertapakan  kilang kayu. Bahkan beberapa waktu lalu warga juga sempat mengusir beberapa kilang kayu liar yang coba beroperasi kembali di kawasan itu."Sangat disayangkan kalau TNGL baru mempermasalahkan mereka pada saat ini, kok nggak dari dulu-dulu," katanya.[]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar