Walhi Tolak Ekspor Pasir ke Singapura
BANDA ACEH - Rencana Pemerintah Aceh untuk mengeruk alur sungai Kuala Langsa agar bisa dirapati kapal-kapal barang berbobot 10 ribu ton, ditolak oleh LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh. Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengatakan, yang ditentang bukan pengerukan Kuala Langsa, tapi rencana ekspor pasir ke Singapura.
"Akan lebih bijaksana jika pasir hasil kerukan itu dipakai untuk keperluan lain di Aceh seperti proyek reklamasi atau keperluan lainnya," kata Zulfikar, saat mengunjungi Kantor Pusat Serambi Indonesia, di Meunasah Manyang, Pagar Air, Kecamatang Ingin Jaya, Aceh Besar, Senin (10/5).
Ia menambahkan penolakan tersebut lebih didasarkan atas kekhawatiran akan rusaknya lingkungan dan ekosistem Pulau Pusong pascapengerukan yang bermotif ekonomi dengan mengekspor pasir. "Kami menentang keras rencana Pemerintah Aceh mengekspor pasir hasil keruk alur Sungai Kuala Langsa.
Menurutnya, jika memang dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Pelabuhan Kuala Langsa tidak jadi masalah. "Namun jika sudah ada unsur ekonomi dengan menjual pasir dan lumpur hasil kerukan ke Singapura kami yakin akan ada banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan pribadi," ujarnya.
Menurut Zulfikar, sulit menjamin tidak akan ada pihak-pihak lain yang mengeruk pasir di Kepulauan Pusong untuk dijual secara ilegal. "Setelah ada alasan dan berhasil mengeruk di satu tempat akan berpindah di tempat lain. Karena setahu kami sulit untuk mengontrol praktik pengerukan pasir di kepulauan. Jika sudah masyarakat yang akan dirugikan karena ekosistem dan lingkungan akan rusak," kata dia.
Ia memastikan akan segera mengirim tim survei ke Kuala Langsa untuk melihat keadaan masyarakat dan lingkungan sebenarnya di sekitar Kuala Langsa. "Dalam waktu dekat kami akan segera ke Pusong untuk melakukan survei dan penelitian dampak lingkungan lebih lanjut terhadap rencana pengerukan Kuala Langsa," pungkas Zulfikar.
Sumber: serambinews.com
"Akan lebih bijaksana jika pasir hasil kerukan itu dipakai untuk keperluan lain di Aceh seperti proyek reklamasi atau keperluan lainnya," kata Zulfikar, saat mengunjungi Kantor Pusat Serambi Indonesia, di Meunasah Manyang, Pagar Air, Kecamatang Ingin Jaya, Aceh Besar, Senin (10/5).
Ia menambahkan penolakan tersebut lebih didasarkan atas kekhawatiran akan rusaknya lingkungan dan ekosistem Pulau Pusong pascapengerukan yang bermotif ekonomi dengan mengekspor pasir. "Kami menentang keras rencana Pemerintah Aceh mengekspor pasir hasil keruk alur Sungai Kuala Langsa.
Menurutnya, jika memang dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Pelabuhan Kuala Langsa tidak jadi masalah. "Namun jika sudah ada unsur ekonomi dengan menjual pasir dan lumpur hasil kerukan ke Singapura kami yakin akan ada banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan pribadi," ujarnya.
Menurut Zulfikar, sulit menjamin tidak akan ada pihak-pihak lain yang mengeruk pasir di Kepulauan Pusong untuk dijual secara ilegal. "Setelah ada alasan dan berhasil mengeruk di satu tempat akan berpindah di tempat lain. Karena setahu kami sulit untuk mengontrol praktik pengerukan pasir di kepulauan. Jika sudah masyarakat yang akan dirugikan karena ekosistem dan lingkungan akan rusak," kata dia.
Ia memastikan akan segera mengirim tim survei ke Kuala Langsa untuk melihat keadaan masyarakat dan lingkungan sebenarnya di sekitar Kuala Langsa. "Dalam waktu dekat kami akan segera ke Pusong untuk melakukan survei dan penelitian dampak lingkungan lebih lanjut terhadap rencana pengerukan Kuala Langsa," pungkas Zulfikar.
Sumber: serambinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar