Senin, 20 Juni 2011

WALHI Aceh Pertanyakan Pembangunan Sektor Pertambangan

WALHI Aceh Pertanyakan Pembangunan Sektor Pertambangan

PDFCetakE-mail
Gubernur Aceh Irwandi sedang memimpin Musrenbang di Banda Aceh (foto : Hayatullah Zuboidi | The Globe Journal)
Banda Aceh — Wahana Lingkungan Hidup Aceh (WALHI Aceh) menilai pemilihan sektor tambang sebagai basis pembangunan Aceh sebagaimana yang disebutkan oleh Gubernur Aceh dalam pembukaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) merupakan solusi keliru untuk mensejahterakan masyarakat. Saat ini begitu banyak hutan dan lahan yang rusak dan konflik sosial yang timbul akibat pertambangan. Belum lagi bencana yang datang akibat kerusakan lahan yang dibuat oleh manusia.
Demikian disampaikan oleh Direktur WALHI Aceh, T. Muhammad Zulfikar, Selasa (5/4) di Banda Aceh. Ia menilai pernyataan Gubernur Irwandi yang menyebutkan prioritas pembangunan Aceh pada 2012 adalah melanjutkan pembangunan infrastruktur terpadu dan strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berbasis pertanian (agroindustri), pertambangan, dan pariwisata secara berkelanjutan tidak tepat.
WALHI Aceh menganggap pilihan pertambangan merupakan pilihan yang keliru di tengah begitu banyaknya permasalahan yang timbul akibat kerusakan lingkungan.
"Mengapa masih memprioritaskan sektor pertambangan, padahal fakta-fakta sudah menunjukkan tidak ada daerah yang makmur karena pertambangan. Di Indonesia banyak contoh, seperti Bangka Belitung yang tinggal lubang-lubang besar peninggalan tambang timah, Papua yang gunungnya sudah menjadi danau dikeruk oleh Freeport tapi masyarakat setempat tetap miskin. Di Aceh juga bisa dilihat mulai dari Aceh Selatan hingga Tamiang, dimana banyak terjadi konflik akibat pertambangan,"jelasnya.

Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak jelas pemasukan dari sektor pertambangan yang masuk ke kas pemerintah. Dari sisi tenaga kerja juga tidak banyak pekerja yang terserap mengingat tambang di Aceh hanyalah tambang “mengeruk” semata tanpa pengolahan lebih lanjut (pabrik).
Menurutnya saat ini pertambangan di Aceh hanya proses keruk tanah sedalam-dalamnya (penambangan terbuka/open pit), ambil, ekspor dan lalu bekas tambang ditinggalkan begitu saja, tanpa ada pengolahan lebih lanjut.
Sebaiknya pemerintah memprioritaskan pada sektor lain saja selain tambang. Sektor-sektor tersebut masih terbuka luas seperti pertanian, pariwisata, pendidikan, industri kreatif dan sebagainya.
Era industri sudah bukan masanya lagi mengingat sumber daya alam yang tersedia di muka bumi sudah semakin berkurang. Jangan sampai Aceh mengulang kesalahan yang sama diperbuat oleh daerah atau negara-negara lain yang habis-habisan mengeruk sumber daya alam tapi kini hanya bisa meratapi nasib melihat negerinya sudah bangkrut.
"Ga ada negara di dunia ini yang makmur karena pertambangan. Negara-negara maju seperti Jepang, Amerika, Jerman dan sebagainya mengandalkan sumber daya manusia sebagai penggerak utama perekonomian bangsa,"ujar Zulfikar.
Lebih baik memberikan penghargaan dalam bentuk insentif dan hukuman (disinsetif) bagi pihak-pihak yang telah menjaga kelestarian lingkungan atau hutan. Misalnya daerah-daerah yang konsisten menjaga hutan diberi alokasi dana tambahan yang ditujukan kepada masyarakat sekitar hutan. Jangan kita hanya bisa meminta masyarakat jangan menebang kayu di hutan namun tidak pernah memberi penghargaan kepada mereka.
WALHI Aceh saat ini sedang memulai sebuah kampanye perlindungan lingkungan dengan menggunakan motto “Sejahtera tanpa Merusak”. Kampanye ini berarti bagaimana masyarakat sekitar hutan dapat meningkat perekonomiannya tanpa perlu merusak hutan atau pun lahan-lahan sekitar. Jangan sampai dengan alasan-alasan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan masyarakat, tindakan merusak lingkungan menjadi “Halal”. Padahal jika lingkungan rusak maka masyarakat sekitar juga akan menerima bencana.(REL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar