Melindungi Sumber Daya Alam Sebagai Sumber Kehidupan Rakyat (2)
Perlindungan SDA Sebagai Sumber Kehidupan RakyatKawasan konservasi dan hutan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi sebagai penyangga dan penyeimbang kehidupan yang harus dilindungi, dilestarikan agar bisa dimanfaatkan secara lestari. Kawasan ini meliputi kawasan suaka alam dan pelestarian alam. Fungsi ini menjadi sangat penting karena peranan kawasan ini baik secara hidrologis, ekologis, keanekaragaman hayati juga pendukung perekonomian rakyat di sekitarnya.
Berbagai praktek alih fungsi lahan dan hutan untuk berbagai kepentingan atas nama pembangunan seperti pembukaan perkebunan besar seperti kelapa sawit, industri pertambangan, dan pembukaan jalan maupun berbagai praktek ilegal yang kerap dilakukan banyak pihak akan menjadi ancaman serius bagi fungsi kawasan ini.
Pertambangan misalnya, selama ini dikenal sebagai suatu usaha yang destruktif dan ekstraktif sejak usaha tersebut dimulai sampai tambang itu ditutup. Sejak awal mulainya kegiatan pertambangan akan terjadi alih fungsi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan tambang, pemukiman dan lainnya. Hilangnya berbagai fungsi hutan antara lain sebagai penutup tanah, sebagai gudang keragaman hayati (biodiversity) dan penyeimbang iklim. Lubang-lubang besar yang tercipta selama kegiatan penambangan akan sangat potensial menjadi penyebab terjadinya tanah longsor dan erosi.
Yang tidak kalah seriusnya adalah hilangnya kemampuan kawasan untuk mendukung kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan. Hutan terbukti mendukung perekonomian dan sumber kehidupan rakyat sekitar lewat pengambilan hasil hutan seperti tanaman obat, buah-buahan, sayur- sayuran, dan lain-lain. Selain itu juga sebagai sumber terbesar ketersediaan air bersih.
Bila kawasan hutan tersebut hilang, maka hilang pula dukungan dan fungsi hutan bagi masyarakat. Untuk itu upaya perlindungan dan penyelamatan atas sumberdaya alam tersebut dari kerusakan merupakan sesuatu yang mutlak untuk terus diperjuangkan bersama.
Sudahkah Pembangunan Aceh pro Rakyat dan Lingkungan? Pelaksanaan pembangunan di Aceh sudah seharusnya memenuhi setidaknya dua syarat utama, yaitu pertama mampu menyejahterakan rakyat banyak, baik rakyat yang berada disekitar wilayah sumberdaya alam, yang selama ini menjadi korban berbagai aktivitas eksploitasi sumberdaya alam, maupun seluruh rakyat di Aceh.
Kedua, pengelolaan sumberdaya alam yang ada haruslah memperhatikan daya dukung dan pelayanan ekologis setempat, sehingga lingkungan tidak ditempatkan sebagai obyek dari kegiatan manusia semata, tetapi juga dilihat sebagai satu kesatuan ekologi dengan manusia, karena kerusakan terhadapnya akan membawa malapetaka/bencana bagi manusia (Ingat bagaimana kejadian banjir bandang di Tangse, Pidie baru-baru ini).
Untuk itu kebijakan pembangunan Aceh ke depan diharapkan benar-benar pro rakyat dan lingkungan. Namun lagi-lagi kita merasa kecewa ketika Gubernur Aceh pada saat pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Aceh di awal bulan April 2011 lalu justru mengatakan bahwa basis pembangunan di Aceh ke depan akan dititik beratkan pada 3 sektor antara lain; Pertanian, Pariwisata, dan Pertambangan.
Pilihan yang terakhir ini sepertinya sangat bertolak belakang dengan pilihan pertama dan kedua. WALHI Aceh beranggapan bahwa pilihan tambang sebagai salah satu basis pembangunan Aceh merupakan sebuah kekeliruan dan pihan sesat di saat kita sedang berjuang untuk melestarikan dan melindungi hutan dan sumberdaya alam Aceh dari kehancuran dan mengurangi berbagai risiko akibat bencana yang berulang kali terjadi di Aceh. Untuk itu segeralah “bercermin” sebelum terlambat. (tmz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar