Senin, 30 April 2012

Ambil Kebijakan Cepat Selamatkan Lingkungan
Walhi: Hentikan Konversi Lahan dan Tambang
Link:http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/04/23/92554/walhi_hentikan_konversi_lahan_dan_tambang/#.T5TG79n2KSo

MedanBisnis— Banda Aceh. Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada Minggu (22/4), Direktur Wahana 
Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, menyerukan 
kepada Pemerintah Aceh untuk segera menghentikan konversi lahan dan 
menutup tambang di seluruh Aceh, terutama yang ada di kawasan Tangse dan Geumpang, Kabupaten Pidie.
Menurut Zulfikar, 
peristiwa banjir bandang di Tangse pada akhir Februari 2012 dan 
sebelumnya pertengahan 2011, pasti akan terulang lagi. Namun sampai saat ini pemerintah belum juga melakukan upaya untuk merehabilitasi lahan 
kritis di kawasan tersebut.

“Kita harapkan agar pemerintah 
secepatnya merehabilitasi lahan kritis di sepanjang hulu Krueng Tangse. 
Kalau tidak, banjir bandang akan kembali terjadi dan kerugian masyarakat
setempat juga semakin besar,” kata Zulfikar melalui pesan singkat 
kepada MedanBisnis, Minggu (22/4).

Menurutnya, selama pemerintah 
terkesan mengalah dan diatur oleh oknum tertentu, sehingga praktik 
illegal logging merajalela. “Dengan pemerintahan Aceh yang baru, kita 
berharap segala bentuk proses illegal logging segera dihentikan, bila 
perlu tangkap pelakunya," tegasnya.

Namun, menurutnya, ada yang 
lebih krusial yaitu konversi lahan. Karenanya, yang harus dilakukan oleh
Pemerintah Aceh adalah menghentikan semua konversi lahan dan tambang di
sekitar hutan, serta mencari lokasi relokasi bagi masyarakat yang 
terancam bencana. "Jika hal ini tidak dilakukan, maka bencana banjir 
bandang seperti yang sudah berulang kali terjadi akan menjadi sesuatu 
yang rutin di sana," kata Zulfikar.  

Menurut data yang diperoleh
MedanBisnis, ada 15 perusahaan tambang emas hingga kini masih melakukan
eksplorasi di kawasan Geumpang dan Tangse, Pidie. Ke-15 perusahaan itu 
adalah PT Geumpang Tangse Mineral, PT Glee Rinder Pratama, PT Gamana 
Citra Agung, PT Tangse Gunong Pusaka, PT Mewas Kuasa Pertambangan, PT 
Woyla Aceh Mineral, PT Bayu Komana Karya, PT Bayu Nyohoka, PT Parabita 
Sanu Setia, PT Krueng Bajikan, PT Magallanic GK, PT Banda Raya 
Parasidiso, PT Halimon Meugah Raya, PT Delima Mineral dan PT Glee Aceh 
Makmu.

Luapan DAS
Zulfikar juga mempersoalkan kejadian banjir 
bandang di Aceh Jaya beberapa hari lalu, yang seharusnya bisa menjadi 
pembelajaran bagi semua pihak, khususnya pemerintah. Menurut pantauan 
Walhi, terjadinya bencana di beberapa desa/gampong di Kabupaten Aceh 
Jaya untuk kesekian kalinya, terjadi karena meluapnya air di daerah 
aliran sungai (DAS) Krueng Teunom.
“Itu merupakan dampak dari semakin
parahnya kerusakan lingkungan di kawasan hulu sungai tersebut, baik 
karena aktivitas pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi areal 
perkebunan, maupun karena kehadiran perusahaan pertambangan,” katanya.

Krueng
Teunom berhulu di wilayah hutan Tangse, dan hutan Tangse merupakan 
salah satu wilayah yang tingkat kerusakannya sangat tinggi. “Untuk itu, 
semua sungai yang wilayah hulunya berada di hutan Tangse dan Geumpang, 
selayaknya segera direhabilitasi dan dijaga kelestariannya,” tegasnya.

Walhi
menilai Pemerintah Aceh masih sangat lamban dalam melakukan berbagai 
strategi penyelamatan hutan dan lingkungan. Berbagai program seperti 
penanaman kembali hutan-hutan yang gundul atau reboisasi yang dilakukan 
melalui gerakan menanam pohon di tanah gundul, masih sebatas seremonial 
dan belum tersebar secara merata di wilayah-wilayah yang rentan bencana. 

Selain itu, berbagai kebijakan pemerintah seperti Inpres No 
10/2011 yang memerintahkan instansi terkait, termasuk gubernur dan para 
bupati/walikota untuk menunda pemberian berbagai izin untuk mengkonversi
hutan primer dan lahan gambut, tidak ditaati dan dilaksanakan. Padahal 
Walhi Aceh sudah jauh-jauh hari memperingatkan situasi ini.

“Jangankan
mengambil kebijakan cepat untuk penyelamatan lingkungan, justru 
kebijakan yang diambil selama ini karena kurangnya kontrol dan penegakan
hukum, semakin mempercepat terjadinya proses kerusakan hutan dan 
lingkungan di Aceh,” ucap Zulfikar.

Zulfikar mengatakan, untuk 
mencegah timbulnya bencana serupa, tidak ada cara lain, pemerintah di 
semua level bersama dengan masyarakat agar terus menjaga kelestarian 
hutan dan lingkungan di sekitarnya. (ht anwar ibr riwat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar