Link:http://berita.maiwanews.com/walhi-aceh-harap-kebijakan-pemerintah-pro-lingkungan-26286.html
“Pemerintah Indonesia, Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota sangat rajin membuat berbagai program dan kebijakan, namun tidak mampu melakukan kontrol dan pengawasan di lapangan”, kata Zulfikar. Ia menambahkan, kejadian di Aceh Tenggara sebenarnya jauh-jauh hari sudah diperingatkan oleh pihak WALHI.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa wilayah bencana tersebut merupakan hutan lindung Serbolangit, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang dilindungi. Pihak WALHI menilai di kawasan ini telah terjadi alih fungsi lahan, hal ini dikatakan karena pemerintah salah urus, dan justru membuka peluang kepada masyarakat untuk membuka lahan perkebunan kakao sebanyak 5 juta batang kakao.
Wilayah ini awalnya adalah hutan kemiri, kemiringannya sebesar 25 sampai 45 derajat, sehingga sangat tidak cocok dikonversi atau dialihfungsikan dengan tanaman kakao. WALHI pada tahun 2006 bersama lembaga anggotanya, Yayasan RMTM Aceh Tenggara telah melakukan riset terhadap kondisi titik rawan bencana longsor dan banjir bandang. Hasil riset tersebut telah diserahkan kepada pemda Aceh Tenggara, namun berbagai hasil dan rekomendasi WALHI tidak diindahkan dan ditindaklanjuti dengan baik dan serius.
Hasinya riset tersebut mengungkapkan bahwa ditemukan sebanyak 19 titik wilayah rawan longsor dan banjir di kawasan tersebut dan hingga saat ini sebanyak 13 titik sudah terjadi berbagai bencana banjir dan dan longsor. WALHI Aceh berharap kepada pemerintah khususnya di Aceh Tenggara dan masyarakat sekitar agar terus mewaspadai titik longsor dan bencana tersebut. Beberapa diantaranya adala Desa Lawe sigala gala, Desa Lawe dua, Desa Lawe mantik, Kecamatan Babul Makmur.
Mengingat semakin tingginya kemungkinan bencana di Aceh, seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang, dan longsor serta berbagai bencana lainnya baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, diharapkan kepada Pemerintah Aceh untuk benar-benar serius dan konsisten untuk segera mengevaluasi berbagai kebijakan pemerintah Aceh terdahulu.
WALHI Aceh melihat selama ini pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan, namun tidak mampu diimplementasikan secara baik di lapangan. “Untuk itu diharapkan ke depan agar kebijakan Moratorium Logging terus dipertahankan, namun perlu ada gebrakan di lapangan secara nyata”, ujar Zulfikar. Dua hal penting menjadi pertimbangan dikeluarkan kebijakan Moratorium Logging adalah bagaimana mengatasi dan megurangi kerusakan hutan di Aceh dan selanjutnya bagaimana mengurangi berbagai bencana lingkungan akibat degradasi dan deforestasi hutan di Aceh.
“Disamping itu, untuk mengevaluasi berbagai kebijakan pertambangan di Aceh, Pemerintah Aceh diharapkan agar segera mengeluarkan Kebijakan Moratorium Tambang di Aceh. Jika berbagai kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka diyakini cita-cita dan kenginan untuk menuju hutan lestari dan rakyat Aceh sejahtera di masa depan bisa terwujud”, jelas Zulfikar.
Artikel Lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar