Banda Aceh, (Analisa). Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengungkapkan, Aceh merupakan daerah aliran sungai yang terluas di Indonesia. Terdapat 11 sungai besar yang mengaliri Aceh. Namun pada saat ini sumber-sumber air tersebut telah mengalami penurunan debit yang signifikan dikarenakan banyaknya aktivitas di hulu sungai..
Berdasarkan catatan Walhi Aceh, ada beberapa kejadian yang nmenyebabkan daerah aliran sungai (DAS) rusak. Antara lain pencemaran limbah pabrik dan semakin maraknya penambangan galian C yang tidak terkontrol, seperti kejadian di sepanjang DAS Kreung Aceh Aceh Besar.
Menurut TM Zulfikar, DAS di daerah ini rusak parah akibat maraknya galian C, sedangkan di Krueng Geukueh banyak ikan yang mati di sungai yang ada sekitar pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM) diduga tercemar oleh limbah pabrik.
Ada pula kasus yang terjadi di salah satu pesantren di daerah Lhoksukon yakni sumur bor yang menyemburkan gas liar, namun karena masyarakat khawatir sumur tersebut mengandung gas liar maka pimpinan pesantren sepakat untuk menutup sumur itu, agar tidak di gunakan lagi untuk aktifitas santri dipesantren tersebut.
Selain berbagai hal tersebut, lanjut TM Zylfikar, gangguan terhadap kelestarian hutan sebagai sumber air dan sumber penghidupan berbagai makhluk juga semakin terancam. Sepanjang tahun tingkat kerusakan hutan akibat deforestasi dan degradasi lahan hutan juga semakin tinggi.
"Berbagai catatan yang berhasil dihimpun oleh Walhi Aceh, tingkat kerusakan hutan di Aceh sepanjang tahun berkisar antara 20.000 hingga 32.000 hektar, bahkan bisa lebih besar dari yang diperkirakan," ungkap Tm Zulfikar pada wartawan, Senin (2/4).
Oleh karena itu, tambah TM Zulfikar dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada setiap 22 Maret, Walhi Aceh bersama dengan Dinas Pengairan Provinsi Aceh, Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Bapedalda Aceh, Dewan Sumber Daya Air Aceh dan HATHI Aceh, berinisiatif melaksanakan seminar lingkungan hidup dengan tema ; "Ketahanan Air dan Pangan".
Rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Air se-Dunia ini dirasakan sangat penting sebagai sebuah upaya refleksi, proyeksi dan momentum dalam upaya membuka jalan dalam melakukan berbagai kajian yang lebih mendalam dan luas serta aksi-aksi nyata di lapangan sebagai gerakan konkrit penyelamatan lingkungan Aceh, termasuk dalam hal ini penyelamatan sumber daya air untuk penghidupan masyarakat Aceh dan ekosistem lainnya secara berkelanjutan.
Kegiatan Seminar akan dilaksanakan pada hari ini, Selasa (3/4) di Aula Dinas Pengairan Aceh, Lueng Bata Banda Aceh, menurut TM Zulfikar dibuka Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Tarmizi A Karim.
Seminar menghadirkan beberapa nara sumber antara lain Ir Adolf Tommy Sitompul, M.Eng dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang akan membahas tentang kebijakan nasional tentang sumber daya air, Ir Slamet Eko Purwadi, M.Si (Kepala Dinas Pengairan Aceh) dan Ir Fauzi Idris, M.E (Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I) yang akan membahas tentang kebijakan Pemerintah Aceh dalam penyelamatan sumber-sumber air.
Lalu Dr Ir. Syahrul, M.Sc (Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah) yang akan membahas tentang upaya konservasi sumber daya air dan keberlanjutan pangan di Aceh serta Ir. Teuku Muhammad Zulfikar, MP (Direktur Eksekutif WALHI Aceh) yang mengangkat judul tentang advokasi pelestarian sumber air sebagai sumber ketahanan pangan.
"Kita berharap dari seminar ini dapat terbentuknya persamaan persepsi dan aksi dalam rangka advokasi dan upaya penyelamatan sumber air sebagai sumber ketahanan pangan," ujar TM Zulfikar.
Dikatakan, ada tiga hal paling sederhana namun berdampak besar yang bisa dilakukan, yakni mulailah hemat air, mengurangi kegiatan yang berdampak terhadap pencemaran air dan berbagai aksi serta upaya penyelamatan hutan sebagai sumber-kehidupan sekaligus sumber mata air serta menjaga keberlanjutan ketahanan pangan. (irn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar