Di Tangse 27 Rumah Hilang
Banjir Bandang Landa 27 Desa di Aceh Pidie
Link:http://www.hariansumutpos.com/2012/02/27429/banjir-bandang-landa-27-desa-di-aceh-pidie.htm
Di Tangse 27 Rumah Hilang
Belum lagi pulih luka warga Kecamatan Tangse Aceh Pidie, kini kembali
dilanda banjir bandang. Beberapa gampong (desa) di kawasan itu
porak-poranda. Sedikitnya, 27 rumah hilang.
Rumah yang hilnag karena terseret air antara lain 8 rumah di Gampong
Blang Malo,4 di Alue Calong, 14 rumah di Kebun Nilam, dan 1 rumah di
Gampong Ulee Gunong. Selain itu, daerah lain yang terkena bencana
bencana antara lain.
Gampong Pulo Kawa, Pulo Sunong, Pulo Masjid, Lubok Badeuk, dan Blang Reumeh. Semuanya berada di Kecamatan Tangse.
Pantauan Rakyat Aceh dilokasi bajir tepatnya di Gampong Blang Malo
satu unit jembatan lintas Beureunun-Tangse putus total dan tidak bisa
dilewati kenderaan roda dua dan empat, sehingga warga membuat jembatan
darurat dengan memasang sebatang kayu, namun bagi warga yang melintas
harus berhati-hati sebab sangat berbahaya dan licin, sedangkan kaum
perempuan saat melintasi jembatan darurat harus dipapah.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pidie M
Iriawan SE kepada Rakyat Aceh (grup Sumut Pos) Minggu (26/2), ada 27
Gampong yang rumahnya hanyut dibawa arus air. Sementara longsor terjadi
di 21 titik dari Gampong Blang Malo hingga ke Gampong Kebun Nilam, namun
sedang dalam upaya perbaikan. “Kita Kerahkan 6 unit alat berat untuk
membangun dan membersihkan lumpur di jalan yang longsor,” jelasnya.
Tambah dia, untuk membersihkan dan membangun jembatan darurat butuh waktu lama dan waktu darurat selama 12 hari sejak Sabtu (25/2), dan pihaknya menunggu laporan data dulu sehingga akurat dan terpercaya. Sementara aliran listrik juga padam saat banjir melanda Tangse, bahkan putusnya jaringan listrik sangat mempengaruhi jaringan tekomunikasi. Ada beberapa tim saat ini sedang bekerja seperti polisi, TNI, PMI dan dari BPBD. Dari laporan sementara tidak korban jiwa dalam peristiwa tersebut. “Kita masih menunggu evakuasi semua tim dan pendataan,” papar M Iriawan.
Tambah dia, untuk membersihkan dan membangun jembatan darurat butuh waktu lama dan waktu darurat selama 12 hari sejak Sabtu (25/2), dan pihaknya menunggu laporan data dulu sehingga akurat dan terpercaya. Sementara aliran listrik juga padam saat banjir melanda Tangse, bahkan putusnya jaringan listrik sangat mempengaruhi jaringan tekomunikasi. Ada beberapa tim saat ini sedang bekerja seperti polisi, TNI, PMI dan dari BPBD. Dari laporan sementara tidak korban jiwa dalam peristiwa tersebut. “Kita masih menunggu evakuasi semua tim dan pendataan,” papar M Iriawan.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar menilai, banjir melanda
Tangse pada Sabtu (25/2) malam kemarin, membuktikan masih tingginya
aktivitas pembalakan liar atau illegal logging serta alih fungsi lahan
menjadi perkebunan di daerah tersebut.
“Pengalaman banjir bandang pada Maret 2011 silam harusnya bisa
menjadi pembelajaran bagi semua, khususnya pemerintah,” katanya, Minggu
(26/2).
TM Zulfikar menyebutkan, banjir bandang terjadi untuk kedua kalinya di Tangse, Pidie karena luapan Krueng Inong adalah dampak dari semakin parahnya kerusakan lingkungan dikawasan tersebut, baik karena aktivitas pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan maupun karena kehadiran perusahaan pertambangan.
TM Zulfikar menyebutkan, banjir bandang terjadi untuk kedua kalinya di Tangse, Pidie karena luapan Krueng Inong adalah dampak dari semakin parahnya kerusakan lingkungan dikawasan tersebut, baik karena aktivitas pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan maupun karena kehadiran perusahaan pertambangan.
Banjir tersebut menandakan bahwa aktivitas kerusakan lingkungan tidak
mampu dibendung Pemerintah Aceh dan kabupaten setempat. Setelah banjir
bandang yang pertama pada Maret silam, tidak terjadi adanya perubahan
aksi pengrusakan lingkungan didaerah tersebut bahkan semakin parah saja.
Perlu diketahui, struktur tanah di kawasan tersebut sangat labil dan sangat rentan terhadap longsor , khususnya kala hujan mengguyur. Dan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan didapati bahwa beberapa wilayah di daerah tersebut tidak layak untuk dijadikan pemukiman.
Perlu diketahui, struktur tanah di kawasan tersebut sangat labil dan sangat rentan terhadap longsor , khususnya kala hujan mengguyur. Dan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan didapati bahwa beberapa wilayah di daerah tersebut tidak layak untuk dijadikan pemukiman.
Walhi pun menilai pemerintah Aceh lamban dalam melakukan penanaman
kembali hutan-hutan yang gundul atau reboisasi yang dilakukan melalui
gerakan menanam pohon di tanah gundul. “Kita sudah jauh-jauh hari
memperingatkan ini,” terangnya. (mir/slm/smg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar