REDD Gagal, Moratorium Logging Dilanjutkan
Firman Hidayat | The Globe Journal
Sabtu, 24 Maret 2012 12:52 WIB
Link:http://www.theglobejournal.com/lingkungan/redd-gagal-moratorium-logging-dilanjutkan/index.php
Tanggal 22 Maret dunia memperingati Hari Air yang notebenenya terkait dengan pelestarian lingkungan. Masalah lingkungan merupakan salah satu isu krusial di bumi Aceh dan menjadi perhatian serius banyak pihak. Salah satu pihak yang menyatakan dirinya sangat peduli lingkungan adalah mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang kini mencalonkan kembali sebagai Gubernur periode 2012-2017.Link:http://www.theglobejournal.com/lingkungan/redd-gagal-moratorium-logging-dilanjutkan/index.php
Dalam masa pemerintahannya, Irwandi mengeluarkan kebijakan Moratorium Logging atau penghentian sementara pembukaan hutan kepada HPH, mengkampanyekan REDD serta pemberian izin pembukaan lahan, salah satunya di hutan gambut Rawa Tripa.
Nah kini, bagaimana nasib Moratorium Logging, program REDD dan pelestarian hutan di Aceh?
Wartawan The Globe Journal, Firman Hidayat melakukan wawancara khusus Irwandi Yusuf di kediamannya Lamprit, Senin (19/3). Berikut petikan wawancaranya;
Kenapa Bapak Membuat Moratorium Logging ?
Provinsi Aceh ini terdiri dari banyak gunung-gunung, perbukitan dan air. Moratorium Logging yang saya buat itu sebenarnya untuk perusahaan-perusahaan besar yang pernah beroperasi di Aceh, misalnya HPH. Sehingga saya buat Moratorium Logging untuk legal logging, kalau ilegal yang memang sudah ilegal. Perusahaan besar HPH itu izinnya dikasih oleh Pusat.
Bagaimana Perkembangannya ?
Saya melihat berhasil 100 persen. Tidak ada satu perusahaan besar pun yang beroperasi di Aceh sejak diberlakukan Moratorium Logging itu. Kecuali ada sedikit penebangan yang dilakukan masyarakat kecil, tapi itu tidak berlaku dalam moratorium logging. Moratorium Logging untuk perusahaan besar dan sudah berhasil 100 persen.
Apakah perlu dilanjutkan Moratorium Logging ini di Aceh ?
Sangat perlu dilanjutkan, dengan adanya Moratorium Logging maka kita berkomitmen kuat untuk menjaga hutan dan air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat banyak. Kalau air dan hutan itu tidak dijaga maka longsor akan terjadi dimana-mana.
Seperti musibah Tangse yang sudah tiga kali terjadi akibat longsor. Banjir di Tangse bukan karena hujan turun tapi karena longsor. Akibatnya karena bukit-bukit sudah mulai gundul, tanah menjadi lembek sehingga merosot ke bawah lalu menenggelamkan semuanya yang ada. Maka Moratorium Logging perlu diteruskan. Kita tidak butuh HPH di Aceh.
Bisa Bapak ceritakan kenapa program REDD ini ada di Aceh ?
Sebenarnya soal program REDD ini tergantung pada kesepakatan dunia. Sampai sekarang belum jelas. Artinya kita hanya mengambil dua keuntungan saja dari REDD ini, yaitu pertama selamatnya alam Aceh dan kedua mengambil jasa karbon.
Maksudnya ?
Satu batang pohon itu bisa dihitung besar karbon yang diserap. Karbon itu merupakan hasil dari pembakaran industri, baik dari pabrik, kenderaan dan sebagainya kemudian diserap oleh tanaman lewat yang namanya fotosintesis dan kemudian menjadi akar, buah untuk disimpan dalam tanah menjadi aman.
Jadi mekanisme REDD ini dapat dibiayai atas jasa kita menjaga hutan dan lingkungan. Sehingga biaya yang dihasilkan dari REDD ini bisa untuk memberdayakan masyarakat di hutan.Nah kini, bagaimana nasib Moratorium Logging, program REDD dan pelestarian hutan di Aceh?
Wartawan The Globe Journal, Firman Hidayat melakukan wawancara khusus Irwandi Yusuf di kediamannya Lamprit, Senin (19/3). Berikut petikan wawancaranya;
Kenapa Bapak Membuat Moratorium Logging ?
Provinsi Aceh ini terdiri dari banyak gunung-gunung, perbukitan dan air. Moratorium Logging yang saya buat itu sebenarnya untuk perusahaan-perusahaan besar yang pernah beroperasi di Aceh, misalnya HPH. Sehingga saya buat Moratorium Logging untuk legal logging, kalau ilegal yang memang sudah ilegal. Perusahaan besar HPH itu izinnya dikasih oleh Pusat.
Bagaimana Perkembangannya ?
Saya melihat berhasil 100 persen. Tidak ada satu perusahaan besar pun yang beroperasi di Aceh sejak diberlakukan Moratorium Logging itu. Kecuali ada sedikit penebangan yang dilakukan masyarakat kecil, tapi itu tidak berlaku dalam moratorium logging. Moratorium Logging untuk perusahaan besar dan sudah berhasil 100 persen.
Apakah perlu dilanjutkan Moratorium Logging ini di Aceh ?
Sangat perlu dilanjutkan, dengan adanya Moratorium Logging maka kita berkomitmen kuat untuk menjaga hutan dan air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat banyak. Kalau air dan hutan itu tidak dijaga maka longsor akan terjadi dimana-mana.
Seperti musibah Tangse yang sudah tiga kali terjadi akibat longsor. Banjir di Tangse bukan karena hujan turun tapi karena longsor. Akibatnya karena bukit-bukit sudah mulai gundul, tanah menjadi lembek sehingga merosot ke bawah lalu menenggelamkan semuanya yang ada. Maka Moratorium Logging perlu diteruskan. Kita tidak butuh HPH di Aceh.
Bisa Bapak ceritakan kenapa program REDD ini ada di Aceh ?
Sebenarnya soal program REDD ini tergantung pada kesepakatan dunia. Sampai sekarang belum jelas. Artinya kita hanya mengambil dua keuntungan saja dari REDD ini, yaitu pertama selamatnya alam Aceh dan kedua mengambil jasa karbon.
Maksudnya ?
Satu batang pohon itu bisa dihitung besar karbon yang diserap. Karbon itu merupakan hasil dari pembakaran industri, baik dari pabrik, kenderaan dan sebagainya kemudian diserap oleh tanaman lewat yang namanya fotosintesis dan kemudian menjadi akar, buah untuk disimpan dalam tanah menjadi aman.
Bagaimana perkembangan REDD di Aceh ?
Sejauh ini tidak ada, rencana mau dapat dua keuntungan tadi tapi sekarang baru dapat satu keuntungan yaitu selamatkan hutan dengan Moratorium Logging.
Kita belum dapat apa-apa uang dari REDD ini, padahal Aceh sudah mendapat kontrak dari Merlyn (lembaga keuangan internasional-red) sudah bertahun-tahun, namun karena gonjang-ganjing tingkat international mengenai REDD ini dan ada krisis ekonomi di Amerika Serikat menyebabkan semuanya terhenti dan vakum.
Tidak ada uang dari kontrak tersebut ?
Tidak, kita tidak ada uang untuk melakukan verifikasi, sebenarnya ada satu point kesepakatan Pemerintah Aceh agar wajib melakukan verifikasi. Kita tidak punya uang untuk itu.
Begini ceritanya, kawasan Ulu Masen kita tetapkan, dan kita tetapkan batasnya yang mana dan kita harus lakukan survey didalam hutan untuk mengetahui berapa ribu pohon kayu untuk kita ambil samplingnya. Tujuannya supaya bisa diukur tingkat penyerapan karbonnya.
Untuk kegiatan itu sendiri perlu dana 2 juta Dollar atau sekitar Rp 18 miliar yang dibebankan dalam APBA Aceh. Tapi kalau ini kita sampaikan ke DPRA, maka DPRA tidak mengerti.
Kenapa masih ada sosialisasi REDD yang dilakukan oleh LSM ?
Sebenarnya ada uang yang diperoleh untuk masalah hutan ini. Kegiatan itu dibuat oleh LSM, tapi bukan kegiatan REDD, namun lebih digerakan untuk lingkungan hidup, misalnya ada bantuan livelihood seperti yang dilakukan oleh Yayasan Leuser International.
REDD itu belum dihapus, agendanya masih mencari format, ini tergantung bagaimana dilaksanakan. Masalah REDD ini hanya ekonomi, sebab REDD ini uang keluar bagi negara industri dan uang masuk bagi negara yang punya banyak hutan.
Izin Rawa Tripa
Kenapa bapak mengeluarkan izin untuk PT. Kalista Alam di Rawa Tripa ?
Sebenarnya izin PT. Kalista Alam itu memang sudah lama ada, tapi yang baru ini terpaksa saya berikan izin di lahan gambut Rawa Tripa.
Awalnya lahan itu sudah rusak sebelum masuk Kalista Alam, kiri kanan lahan sudah jadi kebun masyarakat sedangkan lahan itu inklaf aturannya. Sehingga lahan-lahan itu memang sudah botak. Kemudian menjadi isu ketika izin keluar.
Izin itu tidak secara fisik dan memberi pengaruh apa-apa, memang sudah rusak. Tidak ada orang utan disitu, walaupun Walhi Aceh mengekspose seolah-olah sudah habis orang utan di Rawa Tripa itu ... itu politik.
Lalu kenapa dikeluarkan izinnya ?
Nah, kenapa intinya satu tahun setengah izinnya saya tahan. Awalnya itu bersengketa, namun ketika Polisi mengeluarkan keterangan bahwa ini harus diberikan karena perusahaan tersebut memenuhi segala cara, ada surat dari Polda Aceh. Lalu saya harus jawab, kalau saya tidak berikan bagaimana ? Kalau saya berikan, dan sumpah saya tidak terima sepeserpun dari perusahaan itu.
Apa yang ingin bapak sampaikan sebagai harapan untuk Aceh ke depan ?
Goal yang tercapai pada akhirnya yaitu kesejahteraan rakyat, rakyat miskin menjadi berkurang, kemiskinan tidak mungkin dihilangkan tapi miskin di Aceh ada penurunan, saya hantarkan Aceh ke gerbang kemakmuran. Hanya tinggal lagi berjalan di kemakmuran, gerbang sudah sampai akhirnya kesejahteraan masyarakat dan martabat masyarakat yang berkeadilan dan kemakmuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar