Senin, 30 April 2012


MedanBisnis – Banda Aceh. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengharapkan Pemerintah Propinsi Aceh segera mengeluarkan kebijakan moratorium tambang di daerah ini, sehingga hutan di Aceh menjadi hutan lestari.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan dengan adanya kebijakan tersebut maka pemerintah dapat  mengevaluasi berbagai kebijakan terkait pertambangan di Aceh.

"Jika berbagai kebijakan moratorium tambang ini bisa dilaksanakan dengan baik, maka hutan di Aceh akan terselamatkan dari kerusakan yang lebih parah dan rakyat Aceh yang sejahtera di masa depan bisa terwujud," kata  Zulfikar kepada wartawan di Banda Aceh, Sabtu (14/4).
Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan kebijakan moratorium logging, namun kebijakan itu tidak mampu diimplementasikan secara baik di lapangan oleh pihak terkait. Sehingga moratorium tidak berjalan maksimal.

“Kita harapkan ke depan Pemerintah Aceh dapat memperketat kebijakan moratorium logging dan segera mengeluarkan moratorium tambang. Dengan adanya kedua kebijakan itu bisa menangulangi kerusakan hutan dan bencana yang selama ini sering terjadi di Aceh,” sambungnya.

Dua hal itu, menurut Zulfikar lagi, sangat penting menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengatasi dan megurangi kerusakan hutan yang ada di Aceh, dan selanjutnya bagaimana mengurangi berbagai bencana lingkungan akibat degradasi dan deforestasi hutan di Aceh.

Walhi mengharapkan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang terpilih nanti benar-benar serius dan konsisten untuk segera mengevaluasi berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah terdahulu dan segera memberlakukan moratorium tambang tersebut.

Kerusakan Hutan
Walhi menyatakan pula, banjir bandang yang melanda sedikitnya di tiga desa di Aceh Tenggara pada Kamis (12/4) lalu merupakan sebuah bukti nyata bahwa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sama sekali belum memihak pada usaha pelestarian lingkungan dan menjauhkan Aceh dari bencana ekologis.

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat rajin membuat berbagai program kebijakan, namun tidak mampu dalam melakukan kontrol dan pengawasan di lapangan," kata Zulfikar.

Ia juga menyatakan,  sebelum terjadinya musibah banjir bandang tersebut, Walhi telah mengingatkan kepada pemerintah daerah untuk tidak melakukan alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan. “Perlu diketahui bahwa wilayah bencana tersebut merupakan kawasan Hutan Lindung Serbolangit yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi,” jelasnya.

Jelas sekali, di kawasan itu telah terjadi alih fungsi lahan yang sangat tinggi akibat kebijakan pemerintah yang salah urus, dan justru membuka peluang kepada masyarakat untuk membuka lahan perkebunan kakao sebanyak lima juta batang kakao.

“Wilayah tersebut awalnya adalah adalah hutan kemiri yang kemiringannya 25 sampai 45 derajat, sehingga sangat tidak cocok dikonversi atau dialihfungsikan dengan tanaman kakao,” imbuhnya.

Walhi pada tahun 2006 bersama lembaga anggotanya Yayasan RMTM Aceh Tenggara telah melakukan riset terhadap kondisi titik rawan bencana yakni longsor dan banjir bandang, dan hasilnya telah diserahkan kepada Pemkab Aceh Tenggara. "Namun berbagai hasil dan rekomendasi yang diberikan Walhi tidak diindahkan, dan tidak ditindaklanjuti dengan baik dan serius," katanya pula.

Dia juga menyebutkan, dari hasil riset tersebut mengungkapkan bahwa ditemukan sebanyak 19 titik wilayah rawan longsor dan banjir di kawasan tersebut, dan hingga saat ini sebanyak 13 titik sudah terjadi berbagai bencana banjir dan dan longsor.

Walhi berharap pemerintah khususnya di Aceh Tenggara dan masyarakat sekitar agar terus mewaspadai titik longsor dan bencana tersebut. Beberapa titik bencana yang perlu diwaspadai di antaranya ada di Desa Lawe Sigala gala, Lawe Dua, Lawe Mantik di Kecamatan Babul Makmur.
“Ini mengingat semakin tingginya kemungkinan bencana di Aceh, seperti gempa bumi dan tsunami, banjir bandang dan tanah longsor serta berbagai bencana lainnya baik yang merupakan bencana alam dan bencana yang terjadi akibat ulah manusia,"demikian kata Zulfikar. (dedi irawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar