Senin, 30 April 2012


Jakarta, (Analisa). Satu panel pakar, kemarin mengeluarkan seruan di depan wartawan dalam dan luar negeri di Jakarta untuk mendesak kepada jajaran penegak hukum di Indonesia agar menegakkan hukum nasional menyusul maraknya kebakaran di seluruh rawa gambut Tripa yang dilindungi, salah satu daerah yang memiliki kepadatan populasi orangutan tertinggi di dunia.
Dr. Ian Singleton dari Program Konservasi Orangutan Sumatera (Sumatran Orangutan Conservation Programme-SOCP) memperingatkan galeri pers internasional bahwa populasi orangutan sumatera di rawa gambut Tripa yang merupakan situs prioritas UNESCO/UNEP-GRASP (Great Ape Survival Partnership/Kemitraan Penyelamatan Kera Besar) adalah dalam bahaya langsung. Apabila gelombang perusakan yang terjadi saat ini tidak dapat dihentikan maka kawasan tersebut akan habis sebelum akhir tahun ini.

"Populasi orangutan di Tripa diperkirakan sekitar 3.000 individu pada tahun 90-an tetapi sekarang jumlahnya sudah kurang dari 200, yang merupakan bagian dari populasi global saat ini yang hanya 6.600 individu. Banyak di antara orangutan dan spesies lainnya yang sudah melarikan diri untuk menghindari kebakaran. 

Dengan kondisi saat ini, maka populasi orangutan akan punah secara lokal di Tripa pada akhir 2012," kata Dr. Singleton. "Saat ini kita tidak menghitung tahun lagi, tetapi hanya menghitung berapa bulan lagi, atau bahkan hanya menghitung minggu sebelum satwa icon ini menghilang dari rawa Tripa untuk selamanya," lanjutnya.

Ironisnya, setiap orangutan yang ditangkap dan dijadikan sebagai hewan peliharaan selama proses ini merupakan yang "bernasib baik", mereka selamat tetapi mereka pengungsi dari hutan yang sudah dilenyapkan. 

Yang lain akan mati, baik secara langsung dalam kebakaran, dibunuh orang, atau karena kelaparan dan kekurangan gizi karena sumber pakan mereka hilang. Kita sedang menonton tragedi global ini.

100 Titik Api

Seorang pakar perlindungan lanskap, Graham Usher, mempresentasikan temuannya mengenai kebakaran terbaru di Tripa. "Lebih dari 100 titik api telah dicatat di rawa gambut ini hanya dalam satu pekan dan kami telah mengkonfirmasikan laporan dari lapangan bahwa peristiwa itu masih berlangsung sampai Rabu (28/3). Sejumlah titik api berada dalam wilayah izin konsesi minyak sawit yang diduga ilegal, yang menurut Ketua Satgas REDD Indonesia, Kuntoro Mangkusubroto, ketika berbicara kepada Reuters, menyatakan hal itu jelas melanggar moratorium."

Kepada para wartawan ditunjukkan citra satelit dari gelombang kebakaran yang menyapu hutan Tripa yang dilindungi. Sumber-sumber lokal juga telah berbicara dengan para buruh yang dikontrak oleh perkebunan untuk membersihkan hutan di mana sebagian besar kebakaran yang terjadi. Menurut mereka, mereka diperintahkan untuk tidak melakukan pekerjaan yang menyeluruh membersihkan vegetasi karena mau dibakar, yang menunjukkan secara kuat adanya pelanggaran berat yang terencana di mana secara hukum terdapat larangan penggunaan api untuk pembukaan lahan di lahan gambut.

Seorang pakar tata ruang dari Universitas Sumatera Utara, Riswan Zen, menjelaskan bagaimana dia telah belajar dari rekan-rekan yang merevisi peta yang menunjukkan wilayah hutan dan lahan gambut dilindungi dari izin baru, sesuai dengan moratorium presiden sendiri, bahwa setelah versi pertama dari peta, banyak perusahaan, telah melobi agar konsesi mereka dikeluarkan dari "areal yang dilarang". 

Meskipun pada Desember yang lalu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kehutanan menyatakan bahwa status dilindungi untuk daerah tersebut akan dikembalikan, tetapi hal ini belum ditindaklanjuti, dan bukti yang disajikan oleh para ahli dengan jelas menunjukkan bahwa Rawa Gambut Tripa sekarang sudah di ambang bencana.

Seorang pengacara yang bertindak atas nama Koalisi untuk Pernyelamatan Rawa Gambut Tripa, Kamaruddin, menjelaskan bagaimana wakil masyarakat setempat pada 23 November 2011 melaporkan penerbitan izin baru melanggar peraturan mengenai rencanaan tata ruang, ke Mabes Polri di Jakarta. Pihak Mabes Polri kemudian mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa kasus ini sudah layak untuk diproses sebagai tindak pidana dan menugaskan Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Aceh untuk menindaklanjuti kasus itu. (rel/rrs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar